Intip Prospek Merdeka Battery (MBMA), Sahamnya Naik 30% Pekan Ini
Harga saham anak usaha PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA), PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA) melesat hampir 30% dalam sepekan terakhir. Harga sahamnya hari ini bahkan naik 13% ke level Rp 468 hingga pukul 15.00 WIB.
Volume yang diperdagangkan tercatat lebih dari 1 miliar saham dengan nilai transaksi Rp 468 miliar dan kapitalisasi pasarnya mencapai Rp 50,3 triliun. Adapun dalam tiga bulan terakhir sahamnya terangkat 63%.
Analis PT Indo Premier Sekuritas Ryan Winipta dan Reggie Parengkuan mencatat, pendapatan MBMA pada kuartal pertama 2025 hanya mencapai US$ 366 juta, atau sekitar 19% dari proyeksi Indo Premier dan 21% dari estimasi konsensus, di tengah penurunan volume produksi.
Salah satu perhatian utama adalah lonjakan biaya kas bijih secara kuartalan yang naik 14% untuk saprolit dan 40% untuk limonit. Kenaikan ini disebut dipicu oleh penerapan program bahan bakar nabati B40. Dengan kondisi ini, analis memproyeksikan EBITDA MBMA akan turun secara kuartalan dan cenderung stagnan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yakni sekitar US$ 29 juta,
“Atau setara 13% dari estimasi Indo Premier maupun konsensus pasar,” tulis tim analis Indo Premier Sekuritas, dikutip Rabu (11/6).
Indo Premier Sekuritas juga memperkirakan kinerja MBMA secara keseluruhan pada paruh pertama 2025 akan lebih lemah dibandingkan semester kedua 2025.
Hal ini disebabkan oleh dua faktor utama. Pertama, peningkatan produksi dari proyek AIM yang baru diperkirakan terjadi pada paruh kedua. Kedua, adanya kegiatan perawatan fasilitas Rotary Klin Electric Furnace (RKEF) MBMA yang berdampak pada turunnya volume produksi dan penjualan nikel pig iron (NPI) sebesar 13% secara kuartalan. Harga jual rata-rata (ASP) NPI juga mengalami penurunan tipis sebesar 3% menjadi US$11.600 per ton.
Salah satu yang juga menjadi sorotan utama adalah turunnya margin kas dari bijih saprolit dan limonit, yang terdampak oleh kebijakan penerapan B40. Margin kas saprolit anjlok 78% menjadi US$1,3 per wmt, sementara margin limonit turun 74% menjadi US$ 2,2 per wmt.
Indo Premier menilai penurunan ini utamanya dipicu oleh lonjakan biaya kas, biaya saprolit naik 14% menjadi US$24,6 per wmt, dan limonit melonjak 40% menjadi US$12,7 per wmt. Seiring dengan hal itu, harga nikel di pasar LME yang menurun turut menekan harga patokan bijih (HPM), sehingga ASP untuk saprolit turun 6% dan limonit turun 17% secara kuartalan.
Dari sisi volume, penjualan saprolit cenderung stabil dengan penurunan hanya 2% secara kuartalan. “Sementara volume limonit turun signifikan menjadi 2,1 juta ton atau 48% qoq) akibat musim hujan,” tambah tim analis Indo Premier.
Margin Lebih Baik Meski Volume Turun
Indo Premier Sekuritas mencatat, biaya kas untuk unit High Grade Nickel Matte (HGNM) saat ini berada di level US$13.200 per ton, lebih rendah dari panduan tahun penuh 2025 (FY25F) yang dipatok sebesar US$13.500 per ton. Namun, volume produksi dan penjualan HGNM masing-masing turun 20% dan 17% secara kuartalan.
Indo Premier menyebut penurunan volume produksi dan penjualan HGNM merupakan langkah strategis perusahaan untuk mengurangi potensi kerugian dan mengalihkan fokus pada produksi NPI yang dinilai lebih menguntungkan. Pada kuartal pertama 2025, MBMA melaporkan margin kas sebesar US$242 per ton untuk HGNM.
Meski menghadapi tekanan dari sisi biaya dan volume, Indo Premier tetap mempertahankan rekomendasi buy atau beli untuk saham MBMA dengan target harga (target price/TP) tetap di Rp 560 per saham. Kemudian Indo Premier juga memperkirakan EBITDA MBMA pada kuartal pertama 2025 akan mencapai US$ 29 juta atau turun 56% secara kuartalan dan stagnan secara tahunan, setara 13% dari estimasi internal dan konsensus pasar.
Dengan adanya dampak dari implementasi B40 serta potensi tekanan tambahan akibat kenaikan tarif royalti yang mulai berlaku April 2025, Indo Premier menilai ada kemungkinan konsensus pasar akan merevisi turun proyeksi EBITDA MBMA.
“Proyeksi laba bersih, rekomendasi buy, dan target harga Rp560 per saham tetap tidak berubah sambil menunggu detail lebih lanjut dari panggilan grup dengan manajemen,” ujar tim analis Indo Premier.
