IHSG Bergerak Fluktuatif, Analis Cermati Harga Komoditas dan Negosiasi Trump


Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kamis (12/6) bergerak fluktuatif. IHSG dibuka melemah 10,61 poin atau 0,15% ke posisi 7.211,85. Sementara kelompok 45 saham unggulan atau indeks LQ45 turun 2,03 poin atau 0,25% ke posisi 808,44.
Pelemahan IHSG tidak berlangsung lama. Menjelang pukul 10.00 WIB, gerak IHSG kembali mendaki dengan menyentuh level 7.237 dan bergerak turun lagi di zona merah dua puluh menit kemudian. Pengamat pasar modal dari Panin Sekuritas Reydi Octa mengatakan pergerakan IHSG berfluktuasi seiring dengan pelemahan sejumlah harga komoditas di tingkat global, yang membebani sektor terkait di pasar domestik.
"Kami memperkirakan IHSG akan cenderung melemah hari ini, didorong oleh kenaikan tarif untuk produk China yang berpotensi menekan aktivitas ekonomi global, serta pelemahan sejumlah harga komoditas yang membebani sektor terkait di pasar domestik," ujar Reydi seperti dikutip Kamis (12/6).
Dari mancanegara, harga komoditas tercatat beragam, diantaranya nikel turun minus 0,94 persen, sedangkan batu bara naik 0,77%. Harga minyak Brent dan Nymex masing-masing melesat 4,34% dan 4,88% menyusul penurunan tajam stok minyak mentah AS sebanyak 3,64 juta barel atau jauh melebihi estimasi penarikan 2,5 juta barel.
Rencana OPEC+ menambah produksi 411 ribu barel per hari pada Juli 2025 tidak mampu menahan kenaikan harga, karena penurunan stok menunjukkan permintaan yang tinggi. Di sisi lain, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyatakan telah mencapai kesepakatan dengan China.
Dalam kesepakatan terbaru, AS disebut akan mendapatkan akses ke mineral tanah jarang dan magnet dari China. Sedangkan mahasiswa China akan diizinkan untuk menggunakan perguruan tinggi di AS.
Tarif AS akan sebesar 55% untuk barang-barang China, sementara bea masuk China untuk barang-barang AS akan sebesar 10%. Kerangka kesepakatan perdagangan awal itu masih menantikan persetujuan dari Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping.
Rilis Data Inflasi Amerika Serikat
Di sisi lain, data inflasi AS periode Mei 2025 tercatat sebesar 2,4% year on year (yoy) dari sebelumnya 2,3 persen (yoy) di April 2025, namun lebih rendah dari perkiraan 2,5%(yoy). Data itu memberikan sinyal lemahnya daya beli meskipun meredakan kekhawatiran terkait dampak inflasi dari tarif baru, sehingga membuat peluang penurunan suku bunga bank sentral AS The Fed pada September 2025 meningkat.
Dari kawasan Eropa, fokus pasar tertuju pada perkembangan hubungan dagang antara Uni Eropa dan AS. Saat ini European Central Bank (ECB) mengisyaratkan kemungkinan pemangkasan suku bunga sekali lagi pada tahun ini sebagai respons terhadap kondisi ekonomi yang masih lemah.
Dari kawasan Asia, harga minyak mentah melonjak hingga 4 persen setelah Presiden Trump meragukan tercapainya kesepakatan nuklir dengan Iran. Pasar juga mencermati tenggat waktu negosiasi dagang AS dan China yang berakhir pada 9 Juli, meski AS menyatakan siap memperpanjang batas waktu sebagai bentuk niat baik.
Pada perdagangan Rabu (11/6/2025), bursa saham Eropa mayoritas bergerak melemah, diantaranya Euro Stoxx 50 melemah 0,37%, indeks FTSE 100 Inggris menguat 0,13%, indeks DAX Jerman turun 0,16%, dan index CAC Prancis turun 0,36%.
Sementara itu, bursa saham AS di Wall Street ditutup beragam pada perdagangan Rabu (11/6/2025), indeks S&P 500 melemah 0,27% dan ditutup di level 6.022,24, Nasdaq Composite melemah 0,5% ke 19.615,88. Dow Jones Industrial Average nyaris tak berubah atau turun hanya 1,1 poin dan ditutup di 42.865,77.
Bursa saham regional Asia pagi ini, antara lain indeks Nikkei melemah 280,19 poin atau 0,73% ke 38.136,50, indeks Shanghai melemah 1,71 poin atau 0,06% ke 3.400,76. Selanjutnya indeks Hang Seng menguat 162,77 poin atau 0,57% ke 24.207,00, dan indeks Strait Times menguat 11,91 poin atau 0,31% ke 3.930,33.