Belajar dari Kasus Ajaib Sekuritas, OJK Dinilai Perlu Buat Aturan Soal Margin
Platform perdagangan saham Ajaib Sekuritas tengah menjadi sorotan setelah muncul keluhan dari sejumlah pengguna terkait penggunaan fitur transaksi margin. Kasus paling mencolok dialami oleh seorang nasabah bernama I Nyoman Tri Atmajaya Putra alias Niyo.
Dalam unggahan di media sosial miliknya, Niyo mengaku ditagih utang sebesar Rp 1,8 miliar akibat transaksi margin yang dilakukan tanpa sepengetahuannya. Kasus ini kemudian viral di media sosial dan memicu gelombang pengaduan serupa dari investor lain.
Masalah yang diangkat bukan semata kesalahan teknis atau kelalaian pengguna, melainkan pada desain sistem aplikasi yang diduga menjadikan margin sebagai opsi default saat membeli saham. Praktik semacam ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai transparansi platform perdagangan dan perlindungan investor, terutama pemula yang belum memahami risiko penggunaan dana pinjaman.
Di sisi lain, belum ada regulasi spesifik dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mengatur tata kelola penggunaan margin secara teknis di aplikasi sekuritas. Pengamat pasar modal Teguh Hidayat menilai absennya aturan ini menjadi celah regulasi yang perlu segera diisi.
Menurut Teguh, OJK perlu merancang Peraturan OJK (POJK) yang secara eksplisit mengatur agar penggunaan margin tidak menjadi pilihan otomatis, melainkan hanya dapat diakses dengan persetujuan sadar dari investor. Aturan ini dinilai penting tidak hanya untuk mencegah kesalahan transaksi, tetapi juga memastikan bahwa praktik bisa berjalan dengan baik.
Teguh mengatakan, kasus yang dihadapi oleh Ajaib tersebut belum dapat dikatakan sebagai pelanggaran, termasuk sebatas dugaan. Sebab aturan mengenai penyetelan dana margin belum ada dalam POJK.
Transaksi margin adalah kegiatan membeli saham dengan meminjam dana dari perusahaan sekuritas. Dalam skema ini investor tidak sepenuhnya menggunakan uang miliknya sendiri, melainkan menambah daya beli dengan dana pinjaman dari broker atau sekuritas.
“Sayangnya belum ada aturan yang melarang hal tersebut gitu. Jadi kalau OJK mau masuk ke situ ya mungkin harus bikin semacam peraturan,” ujarnya saat dihubungi Katadata, Rabu (9/7).
Ia menjelaskan, penggunaan dana margin ini bisa saja terjadi akibat kesalahan pengguna, bukan karena sistem aplikasi yang rusak. Namun, ia tak menampik bahwa jika jumlah pengaduan sudah cukup banyak dan dengan pola yang sama, ada kemungkinan aplikasi tersebut memang didesain sedemikian rupa sehingga penggunaan margin menjadi pilihan default.
“Mungkin setting bawaannya memang langsung memakai margin saat membeli saham,” kata Teguh.
Hal inilah yang menurut Teguh menjadi celah regulasi yang harus segera diisi. Selama ini, tidak ada aturan yang melarang aplikasi sekuritas untuk menjadikan fitur margin sebagai opsi default. Padahal, banyak pengguna, terutama investor pemula yang belum memahami implikasi penggunaan dana pinjaman tersebut.
“Semua sekuritas, tidak hanya Ajaib, seharusnya secara default menetapkan transaksi menggunakan dana tunai. Kalau investor mau pakai margin, itu harus menjadi pilihan eksplisit, bukan otomatis,” ujar Teguh lagi.
Sementara itu, Direktur Utama Ajaib Sekuritas Juliama sebelumnya menjelaskan tak ada kesalahan pada sistem terkait transaksi Niyo. Transaksi saham juga dilakukan melalui konfirmasi, tak seperti yang dikeluhkan Niyo di media sosial.
Menurut dia, pihaknya telah mengecek bahwa melalui perangkat yang digunakan oleh Niyo saat bertransaksi adalah trusted device miliknya. Sistem digital mereka juga mencatat setiap tindakan, termasuk klik pembelian dan konfirmasi, dengan timestamp dan ID perangkat.
Data ini, menurut dia, tidak dapat dimanipulasi atau dipalsukan, dan telah kami sampaikan kepada regulator sebagai bagian dari komitmen transparansi kami
"Klaim bahwa Nasabah tidak melakukan transaksi Rp1,8 miliar tidak terbukti. Data terverifikasi ini berbicara sebaliknya," kata Juliana.
Perlu Pengaturan Detail
Lebijh jauh Teguh mengatakan dalam kasus yang tengah jadi sorotan, tidak adil jika tanggung jawab sepenuhnya dibebankan pada nasabah, terlebih bila tampilan aplikasi memang cenderung membingungkan atau menyulitkan. Dalam banyak kasus, pengguna yang tidak familiar dengan istilah margin bisa saja tanpa sadar menyetujui penggunaan dana pinjaman, yang kemudian membebani mereka dengan bunga tinggi.
Sementara itu, penggunaan transaksi margin merupakan strategi marketing Ajaib untuk memperoleh pendapatan masuk berupa bunga. Sementara, jika nasabah hanya menggunakan dana cash, maka sekuritas tidak akan memperoleh pendapatan bunga.
“Kalau nasabah pakai margin, ada bunga 18% per tahun. Jadi wajar kalau fitur margin ini didorong,” jelas Teguh.
Teguh pun mengatakan, ketiadaan aturan yang melarang transaksi margin membuat publik tidak bisa serta-merta menyalahkan sekuritas seperti Ajaib. Ia kemudian menyarankan agar OJK dapat membuat POJK yang mengatur bahwa dalam pengaturan awal aplikasi sekuritas harus menggunakan dana tunai, bukan margin.
Menurut Teguh, penyusunan aturan ini tidak membutuhkan waktu lama. Ia memperkirakan satu hingga dua bulan sudah cukup bagi OJK untuk menerbitkan regulasi teknis yang bisa langsung diterapkan di seluruh industri. Ia juga menepis anggapan bahwa OJK lalai dalam kasus ini.
“Belum pernah terjadi sebelumnya dengan eksposur sebesar ini. Jadi OJK perlu fleksibel dan responsif. Buat peraturan agar ke depan tidak terjadi lagi,” ujar Teguh.
Sementara itu, Bursa Efek Indonesia menilai, belum perlu melakukan audit terhadap PT Ajaib Sekuritas Asia meski perusahaan tersebut tengah banjir keluhan dari sejumlah nasabah di media sosial. Direktur Pengawasan Transaksi dan Kepatuhan BEI, Kristian Manullang menjelaskan, hingga kini belum ada pelaporan resmi dari nasabah kepada BEI maupun OJK terkait keluhan tampilan muka aplikasi Ajaib itu.
"Kalau memang diperlukan, akan kami periksa. Tapi untuk saat ini belum bisa diperiksa," ujar Kristianusai seremoni pencatatan saham perdana di Main Hall BEI, Rabu (9/7).
Menurut Kristian, seluruh aduan sejauh ini hanya disampaikan melalui kanal-kanal media sosial, bukan melalui saluran resmi seperti layanan whistle blowing BEI. Ia pun menyatakan telah berkoordinasi dengan OJK dan mengadakan pertemuan langsung dengan manajemen Ajaib, termasuk setelah Direktur Utama Ajaib Juliana menemui Niyo.
BEI saat ini memilih menunggu penyelesaian antara Ajaib dan nasabahnya. Menurut dia, penyelesaian langsung antara kedua pihak bisa memberikan kejelasan atas kasus ini. Namun, apabila kasus tersebut tak kunjung tuntas, BEI menyatakan siap melakukan audit terhadap Ajaib Sekuritas.

