BCA Ungkap Sikap Soal Peralihan 51% Saham, Bantah Nilai Pasar Capai Rp 117 T
PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) merespons berkembangnya wacana yang mendesak pemerintah mengambil alih paksa 51% saham bank swasta terbesar Tanah Air itu. Wacana itu berkaitan dengan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia pada saat krisis 1998 yang mengalir ke BCA.
Salah satu poin yang menjadi perhatian BCA adalah pernyataan Ketua Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Keuangan Negara (LPEKN), Sasmito Hadinegoro adalah pembelian saham BBCA seharga Rp 5 triliun. Menurut Sasmito nilai saham BBCA saat itu seharusnya Rp 117 triliun.
Menanggapi wacana yang berkembang, Corporate Secretary BCA I Ketut Alam Wangsawijaya membantah penjelasan Sasmito. Dalam keterangan kepada Bursa Efek Indonesia Ketut mengatakan informasi yang menyebutkan 51% saham BCA dengan nilai Rp 5 triliun melanggar hukum adalah hal yang tidak benar.
“Angka Rp 117 triliun yang sering disebut dalam narasi merujuk pada total aset BCA, bukan nilai pasar perusahaan,” ujar Ketut seperti dikutip Rabu (20/8).
Ia mengatakan, nilai pasar ditentukan oleh harga saham perusahaan di bursa efek, dikalikan dengan jumlah total saham yang beredar. Selanjutnya seiring BCA yang sudah melaksanakan Initial Public Offering (IPO) pada tahun 2000, maka harga saham BCA terbentuk berdasarkan mekanisme pasar.
Pada saat proses strategic private placement dilakukan, nilai pasar BCA berdasarkan harga saham rata-rata di Bursa Efek Indonesia adalah sekitar Rp 10 triliun. Angka inilah yang menurut Ketut menjadi acuan valuasi saat transaksi berlangsung.
“Dengan demikian, nilai akuisisi 51% saham oleh konsorsium FarIndo yang menang melalui tender, merupakan cerminan dari kondisi pasar saat itu,” ujar Ketut.
Ia menjelaskan, tender dilakukan oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) secara transparan dan akuntabel. Dengan begitu, ia memastikan proses peralihan saham sudah dilakukan sesuai ketentuan.
Lebih jauh Ketut juga membantah informasi bahwa BCA memiliki utang kepada negara senilai Rp 60 triliun yang diangsur setiap tahun sebanyak Rp 7 triliun. Menurut Ketut dalam neraca keuangan perusahaan disebutkan bahwa BCA aset obligasi pemerintah senilai Rp 60 triliun, dan seluruhnya telah selesai pada tahun 2009 sesuai dengan ketentuan dan hukum yang berlaku.
