Menilik Arah IHSG Setelah Rebalancing MSCI dan FTSE, Mampu Tembus Level 8.000?
Sejumlah analis memproyeksikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpotensi melanjutkan kenaikan. Hal itu didorong oleh masuknya sejumlah emiten Tanah Air dalam daftar konstituen hasil tinjauan atau rebalancing indeks bergengsi Amerika Serikat Morgan Stanley Capital International (MSCI) dan indeks Inggris, FTSE Russell.
Head of Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, Liza Camelia Suryanata menyampaikan, IHSG masih bertengger di posisi resistance psikologis di Rp 8.000. Resistance adalah tingkat harga saham tertentu yang dinilai sebagai titik tertinggi. Setelah saham menyentuh level ini, biasanya akan ada aksi jual cukup besar sehingga laju kenaikan harga tertahan.
Seiring dengan posisi resistance IHSG tersebut, Kiwoom Research mengingatkan kepada investor untuk menerapkan strategi jual otomatis atau trailing stop dan mengamati pasar terlebih dahulu.
Pada perdagangan kemarin, IHSG ditutup naik 0,38% ke level 7.936. Kiwoom Sekuritas mencatat ada aksi penjualan oleh investor asing sebesar Rp 212,5 miliar pada hari efektifnya MSCI rebalancing.
“Buangan terbesar pada saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dan PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM),” kata Liza kepada Katadata, Kamis (28/8).
Dia menyampaikan, saat ini pasar sedang menyoroti gejolak sosial yang terjadi saat ini. Khususnya aksi demo yang dilakukan oleh ribuan buruh di berbagai wilayah Indonesia hari ini. Aksi tersebut diprakarsai oleh Partai Buruh, Koalisi Serikat Pekerja serta Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).
4 Sentimen
Sementara itu, PT Indo Premier Sekuritas (IPOT) memproyeksikan IHSG berpotensi menguat ke level 8.000 dalam pekan ini. “IPOT menilai IHSG masih sehat karena berada dekat level all time high,” kata Retail Equity Analyst IPOT Indri Liftiany Travelin Yunus.
Dia menjelaskan ada empat sentimen yang mampu membawa IHSG ke level 8.000 dalam pekan ini. Pertama, Bank Indonesia yang memangkas suku bunga acuan (BI-RI) sebesar 25 basis poin ke level 5%. Kemudian sentimen FOMC Minutes yang menunjuk pejabat The Fed cenderung berpendapat yang cenderung keras terhadap inflasi atau disebut hawkish.
Sentimen ketiga adalah Jerome Powell yang mengisyaratkan The Fed akan memangkas suku bunga acuan pada September mendatang. Pemangkasan tersebut diproyeksikan bakal terjadi sebab ekonomi AS melemah dan risiko terhadap lapangan kerja meningkat.
“Pasar bahkan memperkirakan dua kali pemangkasan hingga akhir tahun,” kata dia.
Terakhir adalah rebalancing indeks FTSE minggu lalu yang mulai efektif pada 22 September 2025. Adapun emiten yang masuk di dalam indeks bergengsi tersebut di antaranya adalah PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) di large cap, PT Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN) di mid cap dan delapan emiten di micro cap.
Cermati Kebijakan Moneter Global
Senada dengan Indri, Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta Utama mengatakan, saat ini sentimen positif pasar berasal dari kebijakan moneter global. Khususnya The Fed yang bakal memangkas suku bunga acuan.
Menurutnya, kondisi tersebut dapat dimanfaatkan BI melanjutkan kebijakan pelonggaran moneter demi mendorong pertumbuhan ekonomi. Ia juga menyoroti langkah investasi yang tengah digarap Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).
“Kuncinya adalah peran dari Danantara itu sendiri,” kata analis pasar keuangan Nafan Aji kepada Katadata, Rabu (28/8).
Menurutnya, Danantara diharapkan mampu meningkatkan aliran investasi asing langsung ke Indonesia. Dukungan investasi ini diyakini akan menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi, terutama ketika konsumsi domestik masih perlu dioptimalkan.
Di sisi eksternal, dinamika kebijakan perdagangan AS di bawah Trump masih perlu dicermati. Jika ketidakseimbangan perdagangan dengan Cina berlanjut, tidak menutup kemungkinan kebijakan tarif tambahan akan diterapkan. Kondisi ini berpotensi menimbulkan risiko perang dagang baru yang dapat menjadi faktor penghambat bagi pasar.
Sementara itu, dari sisi pasar saham domestik, fundamental emiten diharapkan terus menunjukkan tanda pemulihan pada semester kedua. Hal ini tercermin dari tren penurunan aksi jual bersih investor asing (net foreign sell) sejak awal tahun, bahkan berbalik menjadi aksi beli bersih (net foreign buy) sepanjang Agustus. Tren tersebut diharapkan berlanjut sehingga menopang kenaikan kapitalisasi pasar dan IHSG.
Ia menambahkan, kunci utamanya terletak pada pertumbuhan investasi baru di sektor-sektor strategis, seperti bioenergi, energi bersih, teknologi digital, inklusi keuangan, hingga industrialisasi.
