YLBHI Kecam Tidakan Represif Negara, Minta Prabowo Copot Kapolri
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengecam tindakan represif negara dalam menanggapi aksi demonstrasi kemarin, Kamis (28/8). Lembaga ini pun meminta Presiden Prabowo mencopot Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri).
YLBHI menegaskan, demonstrasi yang dilakukan oleh masyarakat merupakan respons terhadap kebijakan ugal-ugalan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah. Namun pemerintah justru menanggapi dengan melibatkan aparat yang bertindak brutal.
“Tak hanya menembakkan gas air mata, kali ini kendaraan taktis Brimob menabrak dan melindas pengemudi ojek online. Satu di antaranya tewas,” demikian pernyataan resmi YLBHI dikutip Jumat (29/8).
YLBHI menyampaikan, tindakan brutal yang dilakukan oleh aparat bersenjata telah melanggar prinsip demokrasi dan hak asasi manusia. Tindakan itu juga menampilkan bahwa pemerintah dan aparat telah gagal menjaga amanat demokrasi, yakni menjadikan negara berpihak pada rakyat.
Lembaga ini mengingatkan, kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepada aksi demonstrasi dan berujung pembunuhan telah terjadi berulang kali. Berdasarkan catatan YLBHI, dalam periode Juli 2024 hingga Juni 2025, terdapat 55 warga meninggal dunia akibat kekerasan aparat. Sebanyak 10 orang meninggal akibat penyiksaan, 37 orang akibat pembunuhan di luar hukum dan 8 orang akibat salah tangkap.
Beberapa kasus yang menyita perhatian publik, di antaranya adalah pembunuhan anak di bawah umur, yakni Gamma di Semarang, Jawa Tengah dan Afif Maulana di Padang, Sumatera Barat.
Mereka pun menyayangkan sikap Polisi Republik Indonesia yang melanggengkan sikap represif, biadab dan anti-demokrasi. Ditambah lagi dengan kritik publik atas kinerja dan citra polisi tidak pernah dijawab dengan pembenahan, bahkan minim akuntabilitas, termasuk dalam penegakan hukum pidana terhadap anggota polisi yang melakukan pelanggaran.
“Sangat ironis ketika nyawa warga berjatuhan di tangan aparat dengan menggunakan peralatan berbahan bakar pajak rakyat,” katanya.
Ia juga menyoroti tewasnya warga di tangan polisi merupakan kejahatan negara yang harus dipertanggungjawabkan dan direspons dengan audit menyeluruh penggunaan kewenangan dan persenjataan polri.
YLBHI menegaskan, pemerintah dan DPR telah gagal menunjukkan kepemimpinan demokratis. Ketika ada kritik terhadap kebijakan, pemerintah dan DPR seharusnya menjawab dengan membuka ruang dialog dan transparansi, bukannya menutup ruang sipil dan pembungkaman dengan kekerasan aparat.
Berikut poin-poin desakan YLBHI:
- Segera bebaskan seluruh demonstran yang ditahan di seluruh Indonesia. Penahanan tersebut mencederai hak konstitusional warga untuk menyampaikan pendapat di muka umum
- Presiden segera mendesak Institusi Polri untuk menghentikan seluruh sikap represif dalam menangani demonstrasi
- Kapolri dan Presiden bertanggung jawab penuh, mengadili, dan memproses secara transparan pidana anggota polisi serta pemberi perintah tindakan kekerasan pada massa aksi, bukan sekadar melempar maaf dan mekanisme etik oleh Propam
- Presiden perlu membentuk tim independen untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua pelaku kekerasan terhadap massa aksi 28 Agustus 2025
- Kapolri wajib mundur atau Presiden segera mencopot Sigit Listyo Prabowo sebagai Kapolri yang gagal mengubah watak represif Polri
- Tidak hanya Kapolri, institusi Polri harus dievaluasi dan di reformasi secara menyeluruh. Presiden perlu memerintahkan investigasi independen dan transparan atas berbagai pelanggaran, termasuk namun tidak terbatas pada pengamanan aksi demonstrasi, lalu memulai agenda reformasi kepolisian secara sistematis. Sudah saatnya kepolisian dipaksa berubah menjadi lembaga profesional, akuntabel, demokratis, dan jauh dari abuse of power
- Pimpinan partai politik dan kelembagaan DPR-RI menindak dan memberi sanksi keras pada anggota-anggota DPR-RI yang berlaku tidak patut dan memicu kemarahan rakyat, seperti Ahmad Sahroni, Eko Hendro Purnomo, Adies Kadir, Deddy Sitorus, Nafa Urbach, Surya Utama, Rahayu Saraswati, dan Sigit Purnomo Syamsuddin Said
- Presiden dan DPR segera penuhi tuntutan demonstran, mulai dari atasi krisis lapangan kerja, batalkan R-KUHAP, hentikan semua program strategis nasional maupun program pemerintah yang merusak lingkungan dan merampas hak hidup masyarakat adat, bahas RUU Perampasan Aset dengan mengedepankan partisipasi publik yang bermakna, hentikan pengelolaan anggaran negara yang bertolak belakang dengan prinsip efektif dan efisien, dan kebijakan pajak yang berkeadilan
- Pihak militer untuk tidak memasuki ruang sipil dan memanfaatkan situasi untuk merusak kondisi demokrasi lebih jauh
- Komnas HAM tidak hanya diam dan perlu segera melakukan penyelidikan independen atas dugaan pelanggaran HAM serius extra-judicial killing atau penggunaan kekuatan berlebihan dalam insiden penabrakan pengemudi ojek online oleh kendaraan Brimob saat demonstrasi di Jakarta
- Komnas HAM harus memantau dan menilai tindakan pemerintah maupun aparat kepolisian yang memberikan kontrol berlebihan atas media sosial selama aksi penyampaian pendapat sebagai pelanggaran terhadap hak atas kebebasan berekspresi, hak memperoleh informasi, dan hak atas partisipasi publik sebagaimana dijamin UUD 1945 dan ICCPR
- Bubarkan Kementerian HAM, sebab keberadaannya gagal memitigasi pelanggaran-pelanggaran HAM yang justru dilakukan oleh alat-alat negara sendiri.
“Kami menilai tragedi ini menunjukkan arah berbahaya demokrasi. Tanpa ada perubahan, negara ini bukan lagi negara demokratis, melainkan negara tiran dalam kemasan baru,” tutupnya.
