OJK Bakal Ubah Ketentuan Free Float Minimal 10%, Perhatikan Kapitalisasi Pasar
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bakal menerbitkan aturan baru terkait peredaran saham emiten di Bursa Efek Indonesia. Dalam aturan itu, OJK bakal menaikkan ketentuan free float di pasar modal minimal 10%.
Free float merupakan porsi saham yang dimiliki oleh publik atau masyarakat, tidak termasuk saham yang dikuasai oleh pemegang saham pengendali, pemegang saham mayoritas, komisaris, direksi, maupun karyawan perusahaan. Saham ini sepenuhnya berada di tangan investor publik dengan kepemilikan kurang dari 5% per individu.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, menjelaskan bahwa saat ini ketentuan free float masih didasarkan pada nilai ekuitas, yaitu 20% untuk emiten dengan ekuitas di bawah Rp 500 miliar, 15% untuk ekuitas Rp500 miliar hingga Rp 2 triliun, dan 10% untuk ekuitas di atas Rp 2 triliun.
Ke depannya, ia mengatakan aturan tersebut akan disesuaikan dengan kapitalisasi pasar perusahaan. Emiten dengan kapitalisasi pasar di bawah Rp 5 triliun diwajibkan memiliki free float minimum 20%, kapitalisasi pasar antara Rp 5 triliun hingga Rp 50 triliun ditetapkan 15%. Adapun perusahaan dengan kapitalisasi pasar di atas Rp 50 triliun cukup memenuhi free float minimum 10%.
| Kriteria | Kebijakan Saat Ini | Usulan Kebijakan Baru |
| Nilai Ekuitas < Rp500 M | 20% | Nilai Kapitalisasi Pasar < Rp5 T → 20% |
| Rp500 M ≤ Nilai Ekuitas ≤ Rp2 T | 15% | Rp5 T ≤ Nilai Kapitalisasi Pasar ≤ Rp50 T → 15% |
| Nilai Ekuitas > Rp2 T | 10% | Nilai Kapitalisasi Pasar > Rp50 T → 10% |
Sumber: OJK
Di samping itu, OJK juga tengah mengkaji penerapan continuous obligation free float, yaitu kewajiban yang berlaku setelah perusahaan resmi tercatat di bursa (secondary market). Saat ini, kewajiban free float minimum ditetapkan sebesar 7,5%. Inarno mengatakan OJK menargetkan kenaikan free float itu secara bertahap menjadi 10% dalam tiga tahun ke depan.
Lebih jauh, Inarno menyampaikan bahwa dari total emiten yang ada, masih terdapat 47 perusahaan yang belum memenuhi ketentuan 7,5%. Apabila aturan dinaikkan menjadi 10% tanpa ada ceteris paribus, jumlah emiten yang tidak patuh akan melonjak menjadi 190 perusahaan, sedangkan yang patuh kini mencapai 764 perusahaan.
Bahkan, jika kewajiban free float ditingkatkan hingga 15%, jumlah emiten yang tidak memenuhi syarat bisa mencapai 328 perusahaan atau sekitar setengah dari total emiten.
Inarno mengaku langkah ini juga banyak yang harus diperhitungkan karena bakal berdampak pada besarnya pasokan saham yang perlu diserap pasar.
Adapun untuk free float 10%, pasar diperkirakan harus menyerap sekitar Rp 36,64 triliun, sedangkan untuk 15% sebesar Rp 232,12 triliun.
“Dan tentunya semakin besar free float semakin besar dana yang harus disiapkan untuk menyerap hal tersebut,” kata Inarno dalam Raker bersama Komisi XI DPR RI, dikutip dari YouTube TV Parlemen, Jumat (19/9).
Lebih jauh Inarno mengatakan aturan ini disiapkan untuk menguatkan basis investor di pasar modal. Ketentuan berlaku untuk investor domestik baik individu maupun institusi seperti perbankan, asuransi termasuk BPJS dan juga dana pensiun dan juga mutual fund.
