OJK Ingin Naikkan Batas Minimal Free Float Jadi 10%, Ini Untung dan Ruginya

Karunia Putri
23 September 2025, 16:25
OJK, free float
Freepik
Ilustrasi. Ketentuan free float saat ini masih berbasis ekuitas, yakni, 20% untuk emiten dengan ekuitas di bawah Rp 500 miliar, 15% untuk ekuitas Rp 500 miliar - Rp 2 triliun dan 10% untuk ekuitas di atas Rp 2 triliun.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) merespons rencana Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengubah ketentuan terkait free float saham emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI). OJK berencana menaikkan batas minimal free float  menjadi 10% dari saham yang beredar hingga mengubah ketentuan kriteria menjadi berdasarkan kapitalisasi pasar.

Free float adalah porsi saham yang dimiliki oleh publik atau masyarakat, tidak termasuk saham yang dikuasai oleh pemegang saham pengendali, pemegang saham mayoritas, komisaris, direksi maupun karyawan perusahaan. Saham ini sepenuhnya berada di tangan investor publik dengan kepemilikan kurang dari 5% per individu.

Direktur Eksekutif AEI Gilman Nugraha menilai, aturan baru ini dapat meningkatkan likuiditas pasar sekaligus menyelaraskan standar free float Indonesia dengan pasar modal regional. Kenaikan free float akan meminimalisasi risiko investor kesulitan keluar dari suatu saham karena pasar yang terlalu sempit.

“Dari sisi emiten bagus, dari sisi investor juga. Apalagi investor besar, termasuk global, akan lebih comfort,” kata Gilman saat ditemui di Main Hall BEI, Selasa (23/9).

Namun, ia mengingatkan, setiap kebijakan memiliki sisi positif dan negatif. “Sekarang kalau gak salah ada sekitar 40–50 perusahaan yang belum masuk kategori free float. Tentunya kalau dinaikkan ke 10%, harus dipikirkan efeknya bagaimana?,” ujarnya.

Gilman menambahkan, AEI bersama BEI akan mendiskusikan kebijakan tersebut secara intensif, termasuk melalui mekanisme dengar pendapat publik atau public hearing dan forum group discussion (FGD). Menurutnya, setiap kebijakan akan diberikan masa transisi sebelum diberlakukan penuh.

“Jadi masih ada waktu inkubasi, bisa beberapa tahun. Selama itu, aturan ini masih bisa dikaji dan didiskusikan lebih lanjut,” kata Gilman.

Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi menjelaskan, ketentuan free float saat ini masih berbasis ekuitas, yakni, 20% untuk emiten dengan ekuitas di bawah Rp 500 miliar, 15% untuk ekuitas Rp 500 miliar - Rp 2 triliun dan 10% untuk ekuitas di atas Rp 2 triliun.

Ke depan, aturan tersebut akan menyesuaikan kapitalisasi pasar. Emiten dengan kapitalisasi di bawah Rp 5 triliun wajib memiliki free float minimum 20%, kapitalisasi Rp 5 triliun – Rp 50 triliun ditetapkan 15%, sedangkan perusahaan dengan kapitalisasi di atas Rp 50 triliun cukup memenuhi free float minimum 10%.

Di samping itu, OJK tengah mengkaji penerapan continuous obligation free float, yaitu kewajiban yang berlaku setelah perusahaan resmi tercatat di bursa (secondary market). Saat ini, kewajiban free float minimum ditetapkan sebesar 7,5%. 

Inarno mengatakan OJK menargetkan kenaikan free float itu secara bertahap menjadi 10% dalam tiga tahun ke depan. Lebih jauh, Inarno menyampaikan bahwa dari total emiten yang ada, masih terdapat 47 perusahaan yang belum memenuhi ketentuan 7,5%. 

Apabila aturan dinaikkan menjadi 10% tanpa ada ceteris paribus, jumlah emiten yang tidak patuh akan melonjak menjadi 190 perusahaan, sedangkan yang patuh kini mencapai 764 perusahaan. 

Bahkan, jika kewajiban free float ditingkatkan hingga 15%, jumlah emiten yang tidak memenuhi syarat bisa mencapai 328 perusahaan atau sekitar setengah dari total emiten.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Karunia Putri
Editor: Agustiyanti

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...