Mimpi Besar Antam Genjot Hilirisasi Nikel
PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) bercita-cita ikut serta mendorong pembangunan industri hilirisasi nikel di Indonesia. Direktur Utama Antam Achmad Ardianto mengatakan, perusahaan akan mengembangkan rantai industri nikel yang kuat, mulai dari tambang hingga daur ulang baterai.
“Itu sebabnya, kami mempunyai strategi bagaimana kita bisa mengembangkannya di Indonesia secara mandiri,” ujar Achmad dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR RI, Senin (29/9).
Achmad menjelaskan, penggunaan nikel global saat ini masih didominasi industri stainless steel serta kebutuhan baterai kendaraan listrik terus berkembang. Namun, ia menyatakan pasar nikel dunia masih dikuasai Cina. Antam menyatakan mimpi besarnya mendukung pemerintah Indonesia agar mandiri dengan kapasitas produksi domestik.
Dia menyatakan, potensi pasar kendaraan listrik di dalam negeri cukup besar. Berdasarkan data yang disampaikan Achmad, dari sekitar 1 juta unit penjualan mobil per tahun, baru 40 ribu unit di antaranya merupakan mobil listrik.
“Tantangan bagi kita adalah bagaimana membuat regulasi yang mendorong peningkatan penggunaan mobil listrik, tapi dengan basis produksi di Indonesia,” kata Achmad.
Untuk mewujudkan ambisi tersebut, Antam meneken enam kerja sama dengan Contemporary Amperex Technology Co. Limited (CATL), produsen baterai terbesar dunia. Rantai produksi yang dibangun mencakup pertambangan nikel, pembuatan nikel powder, konversi menjadi nikel sulfat atau katoda nikel, pembangunan pabrik HPAL untuk menghasilkan Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) hingga produksi sel baterai siap pakai untuk kendaraan listrik.
Selain itu, Antam juga menyiapkan perusahaan khusus untuk mendaur ulang baterai berusia 8–12 tahun agar bisa digunakan kembali. Dengan demikian, perusahaan berharap, akan terbentuk ekosistem tertutup yang mencakup tambang, produksi baterai, manufaktur mobil listrik, hingga daur ulang baterai.
“Sehingga terbentuklah loop tertutup untuk suatu ekosistem mobil listrik di Indonesia mulai dari penambangan nikel, pembuatan baterai, pembuatan mobil, penggunaan mobil di Indonesia, sampai nanti recycle baterai listriknya,” ujar Achmad.
Total investasi proyek tersebut diperkirakan mencapai hampir US$ 6 miliar. Seluruh fasilitas produksi berlokasi di Maluku Utara, kecuali pabrik baterai di Karawang yang diposisikan dekat dengan basis produksi mobil. Empat joint venture utama dijalankan melalui anak usaha Antam, Indonesian Battery Corporation (IBC), bersama PLN, Pertamina, dan Inalum.
Sebelumnya, Antam telah mendirikan PT Feni Haltim (PT FHT) di Halmahera Timur, Maluku Utara, bersama Hong Kong CBL Limited (HK CBL). Proyek ini bagian dari kolaborasi Antam dengan IBC dan mitra global seperti CATL.
Di kawasan industri Halmahera Timur, Feni Haltim akan mengembangkan smelter pirometalurgi dengan target kapasitas 88.000 ton refined nickel alloy per tahun pada 2027. Selain itu, smelter hidrometalurgi akan memproduksi 55.000 ton MHP per tahun mulai 2028, serta pabrik bahan katoda Nickel Cobalt Manganese (NCM) berkapasitas 30.000 ton per tahun di tahun yang sama.
Kawasan terpadu tersebut juga ditargetkan memiliki fasilitas daur ulang baterai yang menghasilkan logam sulfat dan lithium karbonat sebanyak 20.000 ton per tahun mulai 2031.
Achmad menegaskan, proyek ekosistem baterai ini tidak hanya soal nilai investasi, tetapi juga terkait reposisi strategis Indonesia di panggung energi global.
“Kami ingin memastikan bahwa Indonesia tidak hanya menjadi eksportir bahan mentah, tapi juga pemain utama dalam rantai pasok global baterai kendaraan listrik,” ujar Achmad.
