Pilah Pilih Right Issue Emiten Lapis Dua WIFI, IRSX dan INET, Ini Saran Analis

Karunia Putri
2 Oktober 2025, 06:00
rights issue, WIFI
Katadata/Fauza Syahputra
Ilustrasi.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Sejumlah emiten lapis dua kompak menggelar penambahan modal melalui skema Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau rights issue dengan nilai jumbo. Di antara emiten tersebut adalah PT Solusi Sinergi Digital Tbk (WIFI), PT Sinergi Inti Andalan Prima Tbk (INET) dan PT Folago Global Nusantara Tbk (IRSX).

Head of Research Kiwoom Sekuritas Liza Camelia Suryanata menilai, ada beberapa faktor yang mendorong emiten lapis dua berani melakukan aksi right issue jumbo. Pertama, faktor cerita (story) dari belanja modal atau capex masing-masing emiten. Proyek seperti fiber to the home (FTTH) yang akan digarap emiten tersebut membutuhkan belanja modal besar di awal.

"Rights issue lebih pas ketimbang utang ketika arus kas masih tumbuh," kata liza dalam keterangan resmi dikutip Rabu (1/10).

Kedua, memanfaatkan momentum (window of theme). Saat ini, menurut dia, pasar tengah tertarik dengan isu konektivitas dan internet murah yang dikenal sebagai “proyek internet rakyat”. Perusahaan melihat minat investor sedang tinggi sehingga momen ini dimanfaatkan untuk menarik dana dari pasar.

Ketiga, pertimbangan perbankan (bankability). Bank biasanya lebih berhati-hati dalam memberikan pinjaman kepada proyek yang masih berada pada tahap awal. Dengan menambah modal sendiri lewat rights issue, perusahaan berpotensi memperbesar skala bisnisnya hingga lebih menarik bagi perbankan.

Keempat, sinyal strategi (strategic signaling). Kehadiran mitra strategis, seperti kerja sama anak usaha WIFI, PT Integrasi Jaringan Ekosistem (IJE) dengan perusahaan global NTT mampu meningkatkan kepercayaan pasar terhadap perusahaan.

"[Langkah ini] untuk memperkuat kredibilitas, sering etrlihat pada emiten non-LQ45 untuk naik kelas," kata Liza. 

Hal yang Perlu Dicermati Investor

Liza pun memberikan tips kepada investor dalam mempertimbangkan keputusan terkait rights issue.  Menurut liza, hal pertama yang mesti dicermati investor adalah kejelasan penggunaan dana.

Investor diharapkan jeli membaca arah penggunaan dana oleh perusahaan, seperti jumlah home-pass yang akan dipasang, tingkat pelanggan yang akan dicapai, rata-rata pendapatan per pengguna (ARPU), hingga estimasi waktu balik modal per wilayah.

"Untuk kasus IRSX, minta detail pipeline produk atau segmen yang dibiayai right issue (bukan sekesar ekspansi)," ujarnya.

Selain itu, menurut dia, struktur aksi juga harus diperhatikan. Investor perlu membandingkan harga tebus dengan harga teoritis saham setelah rights issue hingga siapa yang akan menjadi pembeli siaga dalam aksi tersebut. 

Ia menilai, kredibilitas sponsor atau mitra strategis juga penting untuk menjadi pertimbangan. Ia mencontohkan, kehadiran NTT e-Asia dalam ekosistem WIFI yang menunjukkan adanya nilai tambah berupa teknologi dan jaringan yang bisa meningkatkan daya saing perusahaan.

Investor juga diminta mewaspadai faktor tata kelola dan aksi korporasi lain yang tengah berjalan. Pada IRSX, misalnya, pergantian pengendali, perubahan nama, rencana penerbitan waran, hingga potensi tender wajib (MTO) dan histori suspensi saham perlu dicermati karena bisa memengaruhi transparansi dan risiko investasi.

Dari sisi valuasi, investor sebaiknya menghitung ulang kapitalisasi pasar dan nilai perusahaan (enterprise value) setelah aksi rights issue. Perhitungan itu kemudian dibandingkan dengan emiten sejenis, baik di sektor telekomunikasi, penyedia internet maupun platform digital untuk melihat posisi kompetitifnya.

Liza juga mengingatkan bahwa saham lapis dua cenderung lebih fluktuatif. Karena itu, investor harus disiplin dalam menentukan porsi investasi, serta menyiapkan skenario antisipasi jika realisasi target operasional tidak sesuai harapan.

Right Issue Jumbo WIFI, INET dan IRSX

WIFI menjadi salah satu yang sudah mengeksekusi rights issue tahap pertama senilai Rp 5,89 triliun dengan melepas 2,94 miliar saham seharga Rp 2.000 per lembar. Sekitar Rp 5,8 triliun dari dana tersebut dialokasikan ke anak usahanya, PT Integrasi Jaringan Ekosistem (IJE) untuk membangun jaringan FTTH dengan target lima juta home-pass.

Di sisi lain, INET tengah mengincar Rp 3,2 triliun dari aksi rights issue yang akan menerbitkan 12,8 miliar saham baru. Dengan harga tebus Rp 250 per lembar dan rasio 3:4, kepemilikan saham lama berpotensi terdilusi hingga 57,14% bila tidak ikut serta.

Mayoritas pemegang saham, PT Akun Digital Indonesia Tbk (AKUN), telah berkomitmen menyerap penuh saham baru sekaligus menjadi pembeli siaga. Dana segar terutama akan mengalir ke anak usaha PT Global Prima Integrasi (GPI) untuk pembangunan FTTH serta ke PT Prima Fiber Indonesia (PFI) guna biaya penyediaan jaringan.

Sementara itu, IRSX juga sudah mendapat restu RUPSLB pada 25 September 2025 untuk menggelar rights issue hingga 12,39 miliar saham. Aksi ini dilengkapi opsi penerbitan waran seri II sebanyak 1,85 miliar unit. Dengan porsi maksimal 66,67% saham baru. Manajemen menyebut dana yang diperoleh bakal digunakan untuk belanja modal dan operasional, sejalan dengan perombakan struktur pengendali dan identitas perusahaan. 

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Karunia Putri
Editor: Agustiyanti

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...