Toba Pulp (INRU) Bantah Tuduhan Deforestasi dan Biang Kerok Bencana Sumatra
PT Toba Pulp Lestari Tbk (INRU) membantah tudingan yang menyebut perusahaan telah melakukan deforestasi dan menjadi penyebab dari bencana ekologi yang melanda wilayah Sumatera. Operasional INRU kini juga tengah terancam ditutup oleh rekomendasi Gubernur Sumatra Utara Bobby Nasution akibat konflik agraria berkepanjangan dengan masyarakat adat di Buntu Panaturan, Desa Sihaporas, Sumatera Utara.
Toba Pulp Lestari merupakan perusahaan yang bergerak di bidang produksi dan perdagangan bubur kertas, bahan kimia dasar, produk kayu, serta pengelolaan konsesi hutan tanaman industri. Saat ini kepemilikan Toba Pulp dikuasai perusahaan asal Hong Kong Allied Hill Limited dengan kepemilikan 92%.
PT Toba Pulp Lestari Tbk sebelumnya bernama PT Inti Indorayon Utama Tbk dan merupakan perusahaan bubur kertas milik pengusaha Sukanto Tanoto. Perusahaan ini berdiri pada 1983 dan melakukan pencatatan saham atau IPO di BEI pada 1990.
Konflik antara Toba Pulp dan masyarakat adat Lamtorus Sihaporas berlangsung sejak 2018. Warga menilai perusahaan mengambil ruang hidup masyarakat adat, merusak lingkungan, dan melakukan intimidasi. Dukungan penolakan terhadap operasional Toba Pulp pun meluas. Desakan agar pemerintah menutup operasional perusahaan yang berada di dekat Danau Toba itu datang dari pemuka agama, aktivis lingkungan, organisasi masyarakat dan akademisi.
Merespons hal itu, Direktur Toba Pulp Lestari Anwar Lawden membantah operasional perusahaan bukanlah penyebab bencana ekologi. Ia menjelaskan bahwa seluruh kegiatan HTI telah melewati penilaian High Conservation Value (HCV) dan High Carbon Stock (HCS) oleh lembaga independen untuk memastikan penerapan prinsip pengelolaan hutan berkelanjutan.
Menurut dia, hanya sekitar 46.000 hektare yang ditanami eucalyptus dari total area 167.912 hektare. Sedangkan sisanya, dipertahankan sebagai zona lindung dan konservasi. Selama lebih dari 30 tahun beroperasi, perusahaan juga tetap menjaga komunikasi terbuka melalui dialog, sosialisasi, dan berbagai program kemitraan dengan pemerintah, masyarakat adat, tokoh masyarakat, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil.
“Perseroan tetap membuka ruang dialog konstruktif untuk memastikan keberlanjutan yang adil dan bertanggung jawab di areal perizinan berusaha pemanfaatan hutan (PBPH),” kata Anwar dalam keterbukaan informasi BEI, Selasa (2/12).
Selain itu, Anwar juga menyebut perusahaan telah mengirimkan surat permohonan audiensi kepada Gubernur Sumatra Utara untuk menjelaskan posisi dan klarifikasi dari pihak perusahaan. Ia menegaskan Toba Pulp terus mendorong dialog yang konstruktif dengan seluruh elemen masyarakat dan mengembangkan berbagai bentuk kemitraan sebagai solusi bersama.
Anwar menjelaskan hingga saat ini pihaknya juga belum menerima penjelasan mengenai ruang lingkup maupun substansi dari rencana rekomendasi penutupan operasional apakah untuk seluruh kegiatan usaha atau hanya sebagian.
“Perseroan menolak dengan tegas tuduhan bahwa operasional perseroan menjadi penyebab bencana ekologi. Seluruh kegiatan Perseroan telah sesuai dengan izin, peraturan, dan ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah yang berwenang,” ujar Anwar.
Ia juga menegaskan perusahaan memastikan seluruh operasional dijalankan sesuai standar operasional prosedur yang terdokumentasi dengan jelas. Pemantauan lingkungan dilakukan secara rutin bekerja sama dengan lembaga independen dan tersertifikasi untuk memastikan seluruh aktivitas memenuhi ketentuan yang berlaku.
Anwar mengatakan, perusahaan juga melakukan peremajaan pabrik untuk efisiensi dan pengurangan dampak lingkungan melalui penggunaan teknologi yang lebih ramah lingkungan pada 2018. Kemudian audit komprehensif oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2022–2023 menyimpulkan bahwa perseroan telah mematuhi semua regulasi dan tidak ditemukan pelanggaran terkait aspek lingkungan maupun sosial.
Adapun menanggapi tuduhan deforestasi, perseroan menegaskan bahwa kegiatan pemanenan dan penanaman kembali dilakukan sepenuhnya dalam area konsesi, mengikuti tata ruang, Rencana Kerja Umum (RKU), dan Rencana Kerja Tahunan (RKT) yang telah ditetapkan pemerintah.
Dengan sistem tanam-panen berkelanjutan, kesinambungan hutan tanaman untuk kebutuhan bahan baku pulp tetap terjaga. Jarak waktu antara pemanenan dan penanaman kembali juga tidak lebih dari satu bulan, sesuai prosedur dalam dokumen Amdal.
“Hal ini juga kami laporkan secara berkala melalui laporan pemantauan dan pengelolaan Lingkungan,” kata Anwar.
