Aturan Baru Penjatahan Ritel Berlaku di IPO SUPA dan RLCO, Apa Untung Ruginya?
Otoritas Jasa Keuangan menerbitkan aturan baru yang membatasi alokasi pembelian saham IPO atau initial public offering oleh investor ritel maksimal sebesar 10% dari total saham yang diterbitkan. Namun, apa sebenarnya untung rugi aturan penjatahan ini bagi investor?
Ketentuan baru ini tertuang dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 25/SEOJK.04/2025 tentang Verifikasi Pesanan dan Dana, Alokasi Penjatahan dan Penyelesaian Pemesanan Efek dalam Penawaran Umum Saham secara Elektronik.
Dalam ketentuan tersebut, seluruh minat maupun pesanan yang masuk dari calon investor masuk alam alokasi penjatahan terpusat dan digabung menjadi satu sehingga dihitung sebagai total nilai pemesanan untuk masing-masing calon investor.
Investment Specialist Korea Investment and Sekuritas Indonesia (KISI) Azharys Hardian mengatakan, aturan ini penting untuk mencegah dominasi pemodal besar serta memastikan distribusi IPO yang lebih merata.
“Batas 10% ini menciptakan penjatahan lebih adil, meningkatkan akses investor ritel dan basis pemegang saham yang beragam. Hal ini mendukung stabilitas harga jangka panjang, transparansi melalui verifikasi dana, dan partisipasi ritel yang lebih inklusif, sehingga likuiditas pasar berkelanjutan,” ujar Azharys kepada wartawan, Selasa (2/12).
Namun, menurut dia, distribusi yang lebih luas juga memiliki konsekuensi. Alokasi yang lebih kecil per pemodal berpotensi menekan apresiasi harga setelah IPO. Tak hanya itu, langkah tersebut dapat memicu aksi jual cepat dari investor ritel spekulatif. Saham IPO dapat mengalami volatilitas di awal perdagangan akibat likuiditas yang terfragmentasi, sementara investor agresif akan terkendala oleh batas pesanan dan proses penyesuaian.
“Secara keseluruhan, regulasi ini melindungi ritel dengan trade-off pada hype IPO jangka pendek,” kata Azharys.
Pengamat pasar modal Reydi Octa menilai, kebijakan baru ini membuat proses IPO lebih adil karena distribusi saham menjadi lebih merata. Dengan begitu, potensi pergerakan harga yang termanipulasi pada hari-hari awal perdagangan dapat ditekan.
“Lonjakan harga mungkin tidak semenarik dulu, tetapi kualitas pergerakan harga saham yang baru IPO jadi lebih baik,” ujarnya.
Meski demikian, Reydi menilai peluang meraup keuntungan instan dari IPO akan berkurang karena pergerakan harga tidak lagi didorong oleh dana besar yang menguasai saham. Dia menyebut, keputusan ini positif untuk jangka panjang karena membuat pergerakan harga pasar lebih sehat.
Kebijakan ini sudah mulai dapat diterapkan pada IPO dua emiten yang akan terlaksana pada penghujung tahun ini. Dalam daftar e-IPO, ada dua perusahaan yang akan mencatatkan sahamnya di BEI pada Desember, yaitu PT Abadi Lestari Indonesia (RLCO) dan PT Super Bank Indonesia (SUPA).
