Kementerian BUMN Kaji Mitigasi Risiko Holding Perbankan
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tengah mengkaji risiko dan masalah yang bisa timbul apabila membentuk perusahaan induk atau holding BUMN sektor perbankan. Kajian ini dibuat dengan menggandeng pihak terkait lainnya.
Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei, dan Konsultan Kementerian BUMN Gatot Trihargo menjelaskan, proses pembentukan holding perbankan terus berjalan. Saat ini, tim internal Kementerian BUMN bersama dengan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan tengah melakukan pembahasan terhadap rencana pembentukan holding tersebut.
Gatot pun mengatakan, pihaknya juga akan melakukan kajian bersama tim yang lebih luas yakni Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI). "Fokusnya masalah mitigasi risiko, masalah keuangan. Seberapa jauh nanti berpengaruhnya ke depan kalau misalnya jadi holding," ujar Gatot di Kantor Kementerian BUMN Jakarta, Senin (20/11).
Gatot mengatakan, pemerintah menargetkan pada triwulan I-2018, holding perbankan sudah terbentuk. Adapun, Danareksa akan menjadi pimpinan dalam holding tersebut yang akan membawahi empat bank BUMN, yakni Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Negara Indonesia (BNI), dan Bank Tabungan Negara (BTN). Selain itu, holding ini juga akan membawahi BUMN lainnya seperti Pegadaian, PT PNM, dan Bahana.
(Baca juga: Pembentukan Holding Jadi Kunci Pemerintah Konsolidasikan BUMN)
Gatot mengatakan, yang akan menjadi holding adalah BUMN yang sahamnya 100% dimiliki oleh negara, sehingga tidak akan ada perubahan pengendali. Terkait dengan anak usaha holding yang akan melepas statusnya sebagai BUMN, Gatot mengatakan, tidak akan banyak berpengaruh. Sebab, Peraturan Pemerintah 72/2016 mengatur tentang anak usaha holding yang akan tetap diperlakukan seperti BUMN.
Alhasil, segala keputusan strategis masih akan ada di tangan pemerintah. Sedangkan, terkait pelepasan aset dan aksi korporasi penting lainnya juga tetap akan meminta persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). "Secara legal kan Menteri BUMN selaku pemegang saham itu punya voting rate seri A nya," ujarnya.
Menurut Gatot, pembentukan holding ini cukup mendesak. Ia mencontohkan, holding perbankan juga bisa meningkatkan kapasitas PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk untuk memberikan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bagi masyarakat tanpa memberatkan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Secara lebih rinci, Menteri BUMN Rini Soemarno menjelaskan, holding perbankan ini secara tidak langsung akan mendukung program sejuta rumah. Sebab, BTN sebagai bank milik negara memang mengkonsentrasikan diri dalam penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
(Baca: Pengusaha Ingatkan Holding BUMN Berpotensi Monopoli dan Kartel)
"Kalau digandakan kemampuan pembiayaannya kan artinya modalnya harus naik,” ujar Rini saat wawancara khusus dengan Tim Katadata, di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis (2/11) lalu.
Rini menjelaskan, kemampuan pembiayaan BTN pertahunnya hanya sekitar 500 ribuan rumah. Oleh karenanya, dia mengkhawatirkan rasio kecukupan modal (Capital to Adecuacy Ratio/CAR) BTN apabila pemerintah memaksa melakukan pembiayaan hingga satu juta rumah. “Sekarang belum (mepet), tapi kalau saya mau dorong untuk double, ya mepet (CAR nya)," ujarnya.