Kinerja Bank Kecil Terpukul Lesunya Perdagangan dan Daya Beli
Kinerja sektor perdagangan yang lesu turut memukul bisnis sejumlah bank kecil. Per Mei lalu, penyaluran kredit bank kecil ke sektor perdagangan anjlok 31,59% dibanding periode sama tahun lalu. Padahal, selama ini, kredit dari bank kecil paling banyak mengalir ke sektor tersebut. Alhasil, keuntungan bank pun menyusut.
Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan kinerja sektor perdagangan lesu seiring dengan konsumsi masyarakat yang lemah. Imbasnya, permintaan kredit dari sektor tersebut menurun. “Sektor perdagangan dan konsumsi lemah, demand for credit (permintaan kredit) lemah,” kata David kepada Katadata, Selasa (1/8).
Sebelumnya, beberapa perusahaan besar di bidang ritel dan produsen barang konsumsi mencatatkan pelemahan penjualan pada paruh pertama tahun ini. David menduga pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) yang selama ini menjadi debitor bank kecil juga mengalami kondisi yang sama. (Baca juga: Penjualan Unilever dan Mayora Semester I Melemah, Indofood Stagnan)
Di sisi lain, David menilai lemahnya penyaluran kredit lantaran bank berhati-hati dalam menyalurkan kreditnya. Sebab, rasio kredit seret (Non Performing Loan/NPL) perbankan masih tinggi. Per Mei lalu, rasio kredit seret perbankan berada di level 3,1%.
“NPL bank BUKU I dan BUKU II (bank kecil) dibanding keseluruhan bank masih tinggi, jadi ada faktor kehati-hatian bank untuk salurkan kredit, penyalurannya jadi jauh lebih konservatif,” ucapnya.
Mengacu pada data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penyaluran kredit bank umum kelompok usaha (BUKU) I atau yang memiliki modal kurang dari Rp 1 triliun, anjlok 19,1% menjadi Rp 63,88 triliun. Penyaluran kredit turun hampir di semua sektor. Namun, yang dampaknya paling besar yaitu penurunan kredit di sektor perdagangan besar dan eceran yang sebesar 31,59% menjadi Rp 9,52 triliun. Adapun rasio kredit seret di sektor ini tercatat tinggi yaitu sebesar 4,16%.
Selain itu, penurunan kredit di industri pengolahan sebesar 14,86% menjadi Rp 3,51 triliun, perantara keuangan 30,03% menjadi Rp 2,98 triliun, dan sektor penyediaan akomodasi dan penyediaan makanan 43,3% menjadi Rp 1,08 triliun. Rasio kredit seret di sektor-sektor ini juga cukup tinggi yaitu di kisaran 2,7-3%.
Penyaluran kredit bank BUKU II atau yang memiliki modal antara Rp 1 triliun sampai kurang dari Rp 5 triliun juga tercatat mengalami penurunan sebesar 7,76% menjadi Rp 503,08 triliun.Adapun penyebab utamanya, antara lain penurunan kredit ke industri pengolahan sebesar 17,24% menjadi Rp 86,02 triliun. Selain itu, penurunan kredit ke sektor perdagangan besar dan eceran sebesar 11,42% menjadi Rp 73,34 triliun.
Penurunan kredit ke sektor konstruksi sebesar 39,35% menjadi Rp 22,89 triliun juga berdampak besar pada kinerja bank BUKU II. Adapun risiko kredit di sektor-sektor tersebut juga cukup tinggi. Hal tersebut tercermin dari rasio kredit seretnya yang berada di atas 4%.
Seiring dengan jebloknya kinerja kredit, keuntungan yang diperoleh bank kecil tercatat menipis. Laba bank dari kelompok BUKU I hanya mencapai Rp 762,01 miliar atau turun 5,4% dibanding periode sama tahun lalu. Begitu juga bank BUKU II, labanya hanya mencapai Rp 4,58 triliun atau turun 2,46%.
Pertumbuhan Laba Perbankan
Kategori Bank | Mei 2016 | Mei 2017 | Persentase Kenaikan |
Bank Umum | Rp 46 triliun | Rp 53,92 triliun | 17,2 % |
BUKU I | Rp 806,10 miliar | Rp 762,01 miliar | -5,47 % |
BUKU II | Rp 4,70 triliun | Rp 4,58 triliun | -2,46 % |
BUKU III | Rp 12,05 triliun | Rp 15,37 triliun | 27,60% |
BUKU IV | Rp 28,47 triliun | Rp 32,28 triliun | 13,40% |