Dorong Ekonomi, BI Diprediksi Pangkas Bunga Acuan Pekan Ini
Bank Indonesia (BI) diprediksi bakal memangkas suku bunga acuan, BI 7-Day Repo Rate, melalui Rapat Dewan Gubernur pada pekan ini (21-22 September 2016). Sejumlah ekonom menilai, BI perlu memangkas suku bunga guna memacu pertumbuhan ekonomi di tengah kebijakan pemerintah memangkas belanja.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede memprediksi BI akan memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin dari 5,25 persen menjadi 5 persen. Pelonggaran moneter tersebut perlu dilakukan untuk memacu penyaluran kredit dan daya beli masyarakat. “Pelonggaran kebijakan moneter diharapkan bisa menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di tengah potensi pemangkasan belanja pemerintah,” katanya kepada Katadata, Rabu (21/9).
Sebagai informasi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pertumbuhan kredit per akhir Juli 2016 sebesar 7,74 persen, atau melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 8,89 persen. Padahal, pertumbuhan kredit perbankan tahun ini ditargetkan sebesar 11-12 persen, itupun sudah lebih rendah dari proyeksi semula sebesar 14 persen.
Josua menilai, pemangkasan suku bunga juga mempertimbangkan perbaikan pada sejumlah indikator ekonomi. Pertama, ekspektasi inflasi yang terkendali. Ia memperkirakan, inflasi berada pada kisaran 3 persen - 3,3 persen di akhir tahun.
Kedua, nilai tukar rupiah yang stabil. Kurs rupiah cenderung stabil di tengah besarnya aliran masuk dana asing (capital inflow). Hal tersebut sebagai imbas dari pelaksanaan pengampunan pajak (tax amnesty) dan kecilnya kemungkinan bank sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve/ The Fed) menaikkan suku bunga dananya bulan ini.
Senada dengan Josua, tim riset DBS Group juga memprediksi BI akan memangkas suku bunga acuan ke level 5 persen. “BI mungkin akan merasa terpaksa melakukan (pemangkasan suku bunga acuan) untuk mendukung momentum pertumbuhan ekonomi berlanjut ke 2017,” kata tim riset DBS Group dalam DBS Group Research yang dilansir awal pekan ini.
Rendahnya inflasi juga dinilai bakal memperbesar peluang pelonggaran moneter. Tim riset DBS menyebut deflasi pada Agustus membuat inflasi tahunan berada di level 2,8 persen. Level inflasi tersebut terendah sejak akhir 2009.
Mereka memprediksi, inflasi bakal berada di level 3,7 persen pada 2016 dan 4,6 persen pada 2017. Prediksi tersebut merevisi target sebelumnya yakni 4,4 persen pada 2016 dan 5,2 persen pada 2017.
Meski data inflasi membuat peluang pemangkasan suku bunga membesar, tim riset DBS Group menilai, keputusan BI masih bisa terpengaruh oleh keputusan rapat The Federal Reserve yang juga digelar pada 20-21 September ini guna memutuskan kebijakan suku bunga dananya.
Keputusan bank sentral Amerika memang jadi tantangan bagi banyak negara termasuk Indonesia. Pada pertengahan 2013 lalu, pernyataan petinggi bank sentral Amerika terkait penarikan stimulus moneter sempat membuat penarikan dana (capital outflow) dari pasar modal Indonesia. Kondisi tersebut menyebabkan depresiasi kurs rupiah.
Meski begitu, tim riset DBS Group meyakini, kali ini BI lebih siap menghadapi tantangan tersebut. Sebab, cadangan devisa dinilai cukup. “Untuk saat ini, kemungkinan ada cukup amunisi untuk menghadapi tantangan jangka pendek terkait volatilitas pasar,” kata tim riset DBS Group.
Prediksi pemangkasan suku bunga sudah mencuat sejak bulan lalu. Sejumlah ekonom melihat peluang BI memangkas suku bunga acuannya melalui rapat dewan gubernur BI pertengahan Agustus lalu. Namun, BI memilih menahan suku bunga acuan di level 5,25 persen.
Menanggapi kebijakan BI tersebut, Kepala Ekonom Bank Mandiri Anton Gunawan menilai, semestinya ruang bagi bank sentral untuk menurunkan suku bunga acuan semakin terbuka seiring dengan tren inflasi yang rendah. Dia menghitung ada ruang pemangkasan suku bunga acuan sekitar 0,5 persen hingga akhir tahun. (Baca juga: Pekan III Agustus Deflasi, BI Diminta Pangkas Bunga Acuan).
Secara detail, dalam hitungan Anton, jika ekspektasi inflasi berada di bawah empat persen sampai akhir tahun ini dengan terjaganya tarif dasar listrik (TDL), akan ada ruang penurunan BI 7-Day Repo Rate sebesar 0,5 persen. Tetapi jika inflasi lebih dari empat persen, ruang pelonggaran moneter hanya sebesar 0,25 persen.
“Terus terang saja, gemes banget. Apa yang menghambat (penurunan suku bunga). Semua risiko itu sudah dihitung, harusnya sudah mulai dipangkas dari bulan lalu, tapi belum juga sampai sekarang. Seharusnya (BI) lebih berani lagi,” ujar Anton.
Dorongan pemangkasan suku bunga acuan juga datang dari Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution. Menurutnya, peluang Bank Indonesia memangkas suku bunga acuan makin besar. Hal tersebut seiring dengan data deflasi Agustus 2016. (Baca juga: Deflasi Terendah, Darmin: Suku Bunga Acuan Berpeluang Turun)
Mantan Gubernur BI itu mengungkapkan, bank sentral bisa saja menurunkan suku bunga acuan pertengahan Agustus lalu. Namun hal itu tertunda karena ada perubahan kebijakan suku bunga acuan, dari semula menggunakan BI Rate menjadi BI 7-Day (Reverse) Repo Rate.
Darmin berpendapat BI kemungkinan masih mempertimbangkan buruknya kondisi ekonomi global. "Memang ekonomi dunia jelek sehingga semuanya masih saling melihat, saling menunggu,” kata dia.