BI Jamin Bunga Acuan Baru Tak Ganggu Target Inflasi dan Ekonomi

Desy Setyowati
15 April 2016, 22:14
Agus Martowardojo ----------------------- Arief Kamaludin|KATADATA
Agus Martowardojo ----------------------- Arief Kamaludin|KATADATA

Setelah menjadi bahan pergunjingan di pasar keuangan selama sepekan terakhir, Bank Indonesia (BI) akhirnya memperkenalkan suku bunga acuan baru bernama BI seven days repo. Bunga acuan yang akan mulai digunakan 19 Agustus mendatang ini seakan membonsai “kesakralan” BI rate sebagai acuan semua suku bunga di negara ini sejak pertama kali diperkenalkan Juli 2005.

Gubernur BI Agus Martowardojo menjelaskan, bunga repo tujuh hari ini lebih efektif sebagai suku bunga operasi moneter karena mencerminkan kondisi yang lebih nyata di pasar keuangan ataupun perbankan ketimbang BI rate. Meski begitu, BI akan tetap mempertahankan BI rate sebagai bunga acuan instrumen bertenor setahun.  

“Dalam struktur tenor operasi moneter, suku bunga kebijakan akan bergeser dari tenor setahun menjadi lebih pendek yakni seminggu,” kata Agus melalui telekonferensi dalam konferensi pers BI di Jakarta, Jumat (15/4).

Jadi, BI tidak akan mengubah sikap kebijakan moneter yang dijalankannya selama ini. Penetapan suku bunga acuan tetap mempertimbangkan target inflasi empat persen plus minus satu persen tahun ini. Begitu pula untuk mendukung pencapaian target pertumbuhan ekonomi sekitar 5,4 persen. BI akan tetap menjaga stabilitas sistem keuangan yang memungkinkan inflasi jangka menengah terkendali, dan bahkan terjaga di level yang rendah.

Selama masa transisi hingga 19 Agustus nanti, BI akan tetap mengumumkan BI rate dan BI seven days repo rate secara paralel. Bank sentral tetap akan menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) untuk menetapkan BI rate. Sedangkan penetapan bunga repo tujuh hari akan disampaikan secara rutin melalui situs resmi BI.

(Baca: Per Agustus, BI Rilis Suku Bunga Acuan yang Lebih Membumi)

Melongok ke belakang, Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara menjelaskan, sejak bank sentral Amerika Serikat (AS) melonggarkan kebijakan moneternya padan akhir 2010 hingga 2012, BI rate tak lagi seirama dengan suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB) berbagai jangka waktu. Misalnya, suku bunga bertenor semalam (overnight) dan deposit facility turun.

Namun, BI rate tidak lantas turun. Sebab, proyeksi inflasi masih tinggi akibat subsidi energi yang mencapai 30 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Ketika pemerintah mengurangi subsidi, inflasi akan naik signifikan.

Kini, setelah pemerintah mencabut subsidi energi, BI memandang saat ini merupakan waktu yang tepat untuk mengubah suku bunga kebijakan moneter. Karena inflasi akibat harga yang diatur pemerintah (administered price) menjadi lebih kecil atau bisa dikontrol. Selain itu, indikator makro seperti defisit transaksi berjalan (current account defisit/CAD) juga membaik.

(Baca: BI Tak Lagi Agresif Mengubah Suku Bunga)

“Ini saat tepat untuk kembali ke best practice, yaitu policy rate harus mencerminkan kondisi di pasar uang. Terutama yang tenornya jangka pendek,” kata Mirza.

Dengan mempertimbangkan kondisi itulah, BI memperkenalkan suku bunga acuan repo tujuh hari. Sekadar informasi, reverse repurchase agreement atau repo merupakatan transaksi penjualan surat berharga dengan syarat dan kewajiban pembelian kembali sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati.

Sebagai jaminan atau kolateralnya adalah Surat Berharga Negara (SBN) atau instrumen keuangan lainnya yang berjangka pendek, yaitu di bawah setahun.

Sementara itu, suku bunga acuan repo tujuh hari ini nantinya akan berada pada level 5,5 persen. Bunga acuan itu bergerak pada kisaran sempit 0,75 persen. Artinya, batas bawah koridor atau deposit facility rate menjadi 4,75 persen sedangkan batas atas atau lending facility rate menjadi 6,25 persen.

(Baca: BI Rate Turun 3 Kali, BI Menilai Kebijakannya Belum Efektif)

Saat ini, menurut Agus, BI sudah membuat kesepakatan dengan Kementerian Keuangan, yang akan mengeluarkan SBN bertenor di bawah setahun. Yakni tenor tiga dan enam bulan, serta setahun. Sebelumnya, instrumen yang tersedia berjangka waktu 10 hingga 20 tahun. Beragamnya tenor instrumen itu diharapkan membuat pasar uang lebih aktif.

Di sisi lain, kebijakan itu akan mendorong penurunan bunga kredit dan deposito, termasuk mengurangi biaya perbankan. “Pembiayaan untuk industri akan lebih murah, sehingga meningkatkan investasi,” ujarnya. Dalam jangka panjang, tentunya akan mendorong ekonomi tumbuh lebih tinggi dan berkelanjutan.

Editor: Yura Syahrul

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...