Diprediksi Menguat, Perbankan Tetap Waspada Salurkan Kredit
KATADATA - Bank Indonesia menyatakan pertumbuhan kredit baru diperkirakan semakin menguat pada triwulan keempat tahun ini. Hal ini mengacu kepada survei perbankan yang dilakukan pada triwulan ketiga. Hasilnya, pertumbuhan kredit baru menunjukkan meningkat.
Divisi Statistik Sektor Riil BI menyebutkan optimisme penyaluran kredit baru pada triwulan keempat didorong oleh perkiraan membaiknya kondisi ekonomi secara tahunan. Juga, dipicu oleh perkiraan penurunan suku bunga kredit pada triwulan keempat yang sejalan dengan suku bunga dana (tabungan, deposito, giro) yang diperkirakan menurun.
Namun, "Meskipun meningkat, kebijakan penyaluran kredit pada triwulan IV 2015 diperkirakan semakin berhati-hati seiring dengan masih tingginya risiko. Prinsip kehati-hatian akan diterapkan terhadap agunan kredit, premi yang dibebankan pada kredit, dan perjanjian kredit," demikian Divisi Statistik Sektor Riil BI memaparkan hasil surveinya, Selasa, 13 Oktober 2015.
Hasil survei juga menunjukkan bahwa optimisme responden terhadap pertumbuhan kredit untuk keseluruhan tahun 2015 menurun dibandingkan dengan hasil survei pada triwulan sebelumnya. Pada triwulan III 2015, responden merevisi target pertumbuhan kredit tahun ini menjadi 11,9 persen (yoy), lebih rendah dari 12,2 persen (yoy) pada survei triwulan sebelumnya.
Survei perbankan ini juga menunjukan permintaan kredit baru meningkat di kuartal ketiga. Hal itu terlihat dari nilai saldo bersih tertimbang (SBT) sebesar 76,9 persen, lebih tinggi dari kuartal sebelumnya 66,7 persen. Menurut BI, kenaikan tersebut karena meningkatnya kebutuhan pembiayaan dan ekspektasi ekonomi akan membaik.
Pada Agustus lalu, kredit modal kerja dan investasi masing-masing 3,2 dan 2,91 persen, naik 0,25 dan 0,21 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Risiko kredit bermasalah (NPL) tertinggi berasal dari sektor konstruksi mencapai 5,46 persen, diikuti oleh sektor jasa kemasyarakatan, sosial budaya, hiburan, dan lainnya sebesar 4,46 persen. Adapun NPL sektor perdagangan besar dan eceran sebesar 2,11 persen. Sementara kredit bermasalah di sektor transportasi, pergudangan, dan komunikasi berada di level 3,72 persen. Untuk sektor pertambangan dan penggalian, nilai NPL-nya 3,11 persen.
Sejumlah pihak melihat perlambatan ekonomi telah memaksa perbankan merevisi target pertumbuhan kredit. Analis memperkirakan penyaluran kredit tahun ini di bawah 10 persen, lebih rendah dari proyeksi awal di rentang 15 hingga 17 persen. Kenaikan rasio kredit bermasalah juga menggerus laba bersih perusahaan.
Analis perbankan BNI Securities Richard Jerry juga memperkirakan penyaluran kredit tahun ini di bawah 10 persen. Hal itu lebih rendah dari perkiraan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang memasang angka 12 sampai 15 persen.
“Kecuali ada peraturan pemerintah yang signifikan untuk pertumbuhan ekonomi. Kalau dilihat paket kebijakan tahap 1, 2, dan 3, belum kelihatan dampak signifikan. Sifatnya jangka menengah dan panjang,” kata Richard kepada Katadata.
Adapun terkait dana pihak ketiga (DPK), dia yakini masih akan melimpah. Sayangnya, likuiditas ini lebih banyak disimpan di deposito ketimbang disalurkan untuk kredit. Untuk itu, dia menyarankan sebagian perbankan menurunkan suku bunga deposito guna mengurangi biaya dana (cost of fund).
Dari sisi profit, Richard juga meyakini nilainya akan lebih rendah dibandingkan tahun lalu. Naiknya NPL membuat perusahaan menyediakan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) lebih besar untuk mengantisipasi risiko gagal bayar oleh debitur. “Malah single digit laba bersih untuk bank yang kami analis, seperti PT. Bank Rakyat Indonesia di bawah 10 persen.”