Kredit Lesu, Likuiditas BRI Longgar Meski Gencar Restrukturisasi
Kebijakan restrukturisasi kredit yang harus dilakukan perbankan untuk membantu debitur di tengah pandemi Covid-19 sempat menimbulka kekhawatiran terhadap likuiditas perbankan. Namun, Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk Sunarso menyebut pihaknya kini justru dihadapkan oleh permintaan kredit yang lemah.
"Kredit yang direstrukturisasi memang membuat pembayaran pokok menjadi ditunda. Tetapi, ternyata permintaan kredit itu belum mampu mengimbangi pertumbuhan dana masyarakat," kata Sunarso dalam konferensi pers, Kamis (27/8).
Hingga 10 Agustus 2020, jumlah debitur yang direstrukturisasi oleh BRI mencapai 2,9 juta dengan portofolio kredit mencapai Rp 182,8 triliun. Mayoritas debitur yang diberi restrukturisasi kredit oleh BRI adalah usaha mikro kecil dan menengah.
Meski sudah menjalankan program restrukturisasi, rasio likuiditas semester I 2020 bank BUMN ini masih cukup longgar. Ini terlihat dari rasio pinjaman terhadap simpanan alias loan to deposit ratio yang berada pada level 86,06% secara konsolidasi, turun dibandingkan semester I 2019 di level 92,81%.
Longgarnya likuiditas tersebut disebabkan oleh dana pihak ketiga yang dipupuk BRI sebesar Rp 1.072,50 triliun, tumbuh 13,49% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara penyaluran kredit hanya sebesar Rp 922,97 triliun, naik 5,23% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
"Isu sekarang ini apakah memang likuiditas untuk menumbuhkan kredit atau justru bukan likuiditas, tetapi memang permintaan terhadap kredit itu sendiri?" kata Sunarso.
Sunarso menjelaskan soal longgarnya kondisi likuiditas di BRI, ketika ditanya terkait apakah ada niat untuk memperpanjang penempatan dana pemerintah senilai Rp 10 triliun dalam bentuk deposito. Penempatan dana sebagai bantuan likuiditas merupakan bagian dari program pemulihan ekonomi nasional pemerintah.
Lantan kondisi likuiditas perseroan terjaga cukup baik, Sunarso menyerahkan keputusan perpanjangan penempatan dana di bank pelat merah tersebut kepada pemerintah. Ia menilai bahwa pemerintah pasti lebih tahu cara mengoptimalkan dana tersebut.
"Kami lihat kalau masih dibutuhkan diperpanjang. Tapi kalau misalnya kami sudah cukup likuiditasnya, bisa kami kembalikan sehingga bisa digunakan untuk kepentingan lain," kata Sunarso.
Dari penempatan dana PEN di BRI, pemerintah menargetkan bank bisa menyalurkan dalam bentuk kredit sebanyak tiga kali lipat, alias menjadi Rp 30 triliun. Ditargetkan penyaluran kredit bisa tercapai dalam tempo tiga bulan, yaitu September 2020, dimana depositonya juga habis.
Belum genap tiga bulan, BRI sudah menyalurkan kredit hingga Rp 39,96 triliun kepada 847.446 nasabah per 26 Agustus 2020. Kredit tersebut disalurkan dalam bentuk kredit usaha rakyat senilai Rp 16,57 triliun kepada 652 ribu nasabah. Kemudian mikro non-KUR Rp 12,28 triliun kepada 249 ribu nasabah. Segmen kecil dan menengah Rp 10,62 triliun kepada 20 ribu nasabah.
BRI mencatatkan laba bersih sebesar Rp 10,2 triliun pada semester I-2020, turun hingga 36,9% dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya Rp 16,2 triliun.