Rasio Kecukupan Modal Minim, Dua Bank BUMN Ingin Jual Saham Baru
Dua bank BUMN alias bank milik negara, yaitu PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) kompak ingin menjual saham baru dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue. Tujuannya, untuk mempertebal rasio permodalan.
Direktur Utama BNI Royke Tumilaar mengatakan posisi rasio kecukupan modal inti alias capital adequacy ratio (CAR) tier 1 BNI pada triwulan I-2021 ada di level 15%. Posisi tersebut dinilai sudah mendekati batas aturan CAR tier 1, yakni di level 14%.
"Kalau dilihat dengan Himbara lain, (CAR Tier 1) di level 19-20%. Itu sebabnya kami mencoba untuk mengajukan rights issue untuk menambah modal tier 1 supaya bisa mendekati di level 18%-19%," kata Royke dalam rapat dengan DPR Komisi XI, Jakarta, Kamis (17/6).
Royke mengatakan, BNI sebenarnya bisa mencapai rasio CAR tier 1 sebesar 18% dengan pertumbuhan secara normal. Namun, hal tersebut baru bisa dicapai antara 2024 hingga 2025 mendatang.
"Tapi untuk ekspansi ke depan, kami butuh capital yang cukup untuk sebagai bumper, untuk ekspansi kredit maupun unorganik," kata Royke.
Meski begitu, Royke tidak menjelaskan terkait dengan waktu penerbitan saham baru tersebut dan target dana yang diraup dari penerbitan saham baru.
Sementara itu, Direktur Utama BTN Haru Koesmahargyo sudah memperkirakan rencana rights issue BTN bisa dilaksanakan pada 2022 mendatang. Rencana ini juga dilakukan untuk meningkatkan rasio CAR tier 1 perusahaan.
Haru mengatakan, CAR tier 1 bank yang fokus pada segmen kredit perumahan ini hanya 12% pada triwulan I-2021. "Untuk penambahan modal BTN karena kami memang sangat membutuhkan penambahan modal," katanya di DPR.
Meski begitu, dalam rapat tersebut Haru tidak menyebutkan nilai target dana yang bisa didapatkan BTN dari rencana rights issue ini.
Ia mengatakan, kebutuhan penambahan modal ini sejalan dengan niat BTN untuk meningkatkan kapasitas penyaluran kredit agar lebih optimal. "Jadi dengan penambahan modal, diharapkan kapasitas untuk memberikan pinjaman menjadi lebih besar," katanya.
Kinerja Kuartal I
Emiten berkode saham BBTN itu menunjukkan raihan pendapatan bunga ditopang penyaluran kredit dan pembiayaan sebesar Rp 261,34 triliun atau naik 3,19% pada tiga bulan pertama tahun ini, dibanding periode yang sama tahun lalu Rp 253,25 triliun.
Laporan keuangan bank milik negara itu menggambarkan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Subsidi masih menjadi penyumbang terbesar pertumbuhan kredit.
KPR subsidi naik 9,04% menjadi Rp 122,96 triliun, sedangkan KPR Non-subsidi tumbuh tipis 0,2% menjadi Rp80,15 triliun. Secara total, pertumbuhan kredit di segmen perumahan tumbuh sebesar 3,23% menjadi Rp 236,57 triliun.
Selanjutnya, kredit di segmen non-perumahan naik 2,87% menjadi Rp24,76 triliun. Pertumbuhan tersebut ditopang kenaikan di segmen kredit konsumer dan kredit korporasi yang tumbuh masing-masing 9,43% dan 7,44%.
Sementara itu, BNI mampu menyalurkan kredit dengan total mencapai Rp 559,33 triliun atau tumbuh 2,2% dibanding penyaluran kredit pada periode yang sama tahun lalu Rp 547,21 triliun.
Kredit BNI mayoritas masih disalurkan pada business banking dengan subtotal mencapai Rp 467,4 triliun atau naik 1,7% dari Rp 459,5 triliun. Kenaikan ini salah satunya disokong oleh naiknya kredit pada bisnis mikro yang tumbuh 16,2% menjadi Rp 87,7 triliun dari Rp 75,5 triliun.