BJB Syariah Incar Dana IPO Rp 1 Triliun Semester II 2022
PT Bank BJB Syariah berencana menawarkan saham perdana atau initial public offering (IPO) pada semester II tahun ini. Anak usaha PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (Bank BJB) ini menargetkan dapat meraup dana sekitar Rp 500 miliar - Rp 1 triliun dalam aksi korporasi tersebut.
Direktur Utama Indra Falatehan menyampaikan perusahaan berencana melepas sekitar 20% saham perusahaan setelah IPO kepada publik.
"Kami menargetkan dana Rp 500 miliar - Rp 2 triliun, porsinya 20% saham yang akan dilepas ke publik," ujarnya dalam Paparan Kinerja Keuangan Tahun Buku 2021 di Bandung, Kamis (31/3).
Indra mengatakan perusahaan berencana menjalankan aksi korporasi besar pada paruh kedua tahun ini karena mempertimbangkan kondisi pasar saham yang membaik setelah didera pandemi Covid-19 beberapa waktu terakhir.
Selain itu, berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), jumlah investor yang menginginkan efek syariah terus meningkat dari waktu ke waktu. Hal ini menjadi salah satu pendorong rencana perusahaan melantai di pasar modal.
"Pilihannya antara semester II tahun ini atau semester I tahun depan. Kita tahu tahun depan masuk tahun Pemilu (pemilihan umum), sudah berbeda situasinya. IHSG saat ini juga bagus, kami sudah konsultasikan, mudah-mudahan waktunya oke," kata Indra.
Berdasarkan laporan keuangan, BJB Syariah mengantongi laba bersih setelah pajak sebesar Rp 21,9 miliar sepanjang 2021, atau melonjak 494% dibanding raihan laba bersih periode yang sama tahun sebelumnya. Pencapaian ini melampaui rata-rata industri perbankan syariah yang mencatat pertumbuhan laba 16,9% selama 2021.
Profitabilitas BJB Syariah didorong oleh penyaluran pembiayaan yang mencapai Rp 6,43 triliun pada akhir 2021, tumbuh 11,33% dari periode yang sama tahun lalu senilai Rp 5,77 triliun. Pada periode yang sama industri perbankan syariah mencatatkan rata-rata pertumbuhan pembiayaan sebesar 6,83%.
Pembiayaan BJB Syariah di sektor produktif tumbuh 14% pada 2021, melalui pembiayaan modal kerja dan investasi. Sementara itu, pembiayaan sektor konsumsi tumbuh dengan risiko yang terjaga.
Akselerasi penyaluran pembiayaan berdampak positif pada pendapatan setelah distribusi bagi hasil yang sebesar Rp 463,16 miliar, meningkat 29,6% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini mendorong net Imbalan perseroan juga meningkat dari 5,14% pada 2020 menjadi 5,61% pada 2021.
“Meski ekspansif dalam menyalurkan pembiayaan, kami tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian, tercermin dari rasio pembiayaan bermasalah yang turun dari 5,28% menjadi 3,42%,” kata Indra.
Pada saat yang sama, perseroan berhasil menekan biaya dana yang tercatat Rp 257,5 miliar pada 2021, turun 17,5% dibandingk periode yang sama tahun sebelumnya. Menariknya, penurunan biaya dana ini terjadi ketika Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh sebesar 18,6% menjadi Rp7,88 triliun pada 2021 dibandingkan dengan Rp6,64 triliun pada 2020.
Penurunan biaya dana dipengaruhi oleh faktor peningkatan dana murah atau current account saving account (CASA) yang tumbuh pesat selama 2021. Porsi CASA terhadap total DPK meningkat, dari 28,1% pada 2020 menjadi 34,9% pada 2021. Sebaliknya porsi deposito terhadap DPK menyusut dari 71,9% menjadi 65,1%.
“Kenaikan DPK setidaknya menunjukkan dua hal. Pertama, tingkat kepercayaan publik yang semakin baik sehingga semakin banyak nasabah yang mengamanahkan dananya untuk dikelola BJBS. Kedua, likuiditas kami sangat mencukupi untuk menopang rencana bisnis kami ke depan,” ujar Indra.
Pada akhir 2021, perseroan mencatatkan total aset sebesar Rp 10,36 triliun, meningkat 16,6%, dibandingkan dengan 2020 yang tercatat Rp8,88 triliun. Rasio intermediasi atau financing to deposits ratio (FDR) BJB Syariah pada akhir 2021 tercatat 81,55% dan rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) tercatat 23,47%.