Kredit Perbankan Tumbuh 10,66% di Juni, Ini Sektor Pendorongnya
Otoritas Jasa Keuangan mencatat, kredit perbankan pada Juni tercatat tumbuh 10,66% secara tahunan. Pertumbuhan itu utamanya ditopang dari segmen kredit korporasi dan konsumsi.
Secara sektoral, mayoritas sektor utama kredit mencatatkan kenaikan dengan kenaikan terbesar pada sektor manufaktur sebesar 38,3 persen secara bulanan dan sektor pertambangan sebesar 23,5 persen.
Pertumbuhan di sektor manufaktur sejalan dengan Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur berada dalam zona ekspansi meski dalam tren menurun dalam 10 bulan terakhir akibat kenaikan harga bahan baku.
Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Juni 2022 mencatatkan pertumbuhan sebesar 9,13 persen yoy, melambat dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 9,93 persen yoy.
Dari sisi profil risiko, rasio kredit bermasalah (non perfoming loan) NPL net perbankan tercatat sebesar 0,80 persen dengan NPL gross sebesar 2,86 persen.
Selain itu, restrukturisasi kredit Covid-19 masih melanjutkan tren penurunan di Juni 2022 dengan kredit restrukturasi Covid-19 tercatat sebesar Rp576,17 triliun dari posisi Mei 2022 sebesar Rp596,25 triliun.
Jumlah debitur restrukturisasi Covid juga menurun dari 3,13 juta debitur pada Mei 2022 menjadi 2,99 juta debitur pada Juni 2022. Sementara itu, Posisi Devisa Neto (PDN) Juni 2022 tercatat sebesar 1,93 persen atau berada jauh di bawah threshold sebesar 20 persen.
Dari sisi likuiditas, industri perbankan pada Juni 2022 masih berada pada level yang memadai. Hal tersebut terlihat dari rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit dan Alat Likuid/DPK masing-masing sebesar 133,35 persen dan 29,99 persen, terjaga di atas ambang batas ketentuan masing-masing pada level 50 persen dan 10 persen.
Dari sisi permodalan, lembaga jasa keuangan juga mencatatkan permodalan yang semakin membaik. Industri perbankan mencatatkan peningkatan capital adequacy ratio/CAR menjadi sebesar 24,69 persen.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menilai, saat ini stabilitas sistem keuangan sampai saat ini tetap terjaga dengan kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan yang terus tumbuh di tengah meningkatnya tekanan inflasi dan pelemahan ekonomi global.
OJK, kata dia akan terus melakukan kerja pengaturan pengawasan yang solid untuk menjaga stabilitas industri jasa keuangan dengan senantiasa memonitor perkembangan perekonomian global dan domestik setiap waktu.
“OJK selalu bersiaga menyiapkan berbagai kebijakan yang dibutuhkan dan selalu berkoordinasi dengan Pemerintah, Bank Indonesia dan Lembaga Penjamin Simpanan,” kata Mahendra, dalam keterangan resmi, Kamis (28/7).
Rapat Dewan Komisioner Bulanan Juli ini juga mencermati pelemahan ekonomi global terjadi sangat cepat disertai tingginya inflasi yang berkelanjutan di sejumlah kawasan sebagai dampak dari gangguan suplai komoditi karena pandemi covid, perang di Ukraina dan persaingan geopolitik yang menajam serta berkepanjangan.
Perkembangan ini menyebabkan kekhawatiran pasar akan terjadinya resesi dan inflasi global, sehingga potensi resesi ini akan terus dicermati dan dimitigasi dampaknya pada perekonomian Indonesia.
Meski demikian, indikator perekonomian domestik menunjukkan perbaikan yang terus berlanjut. Tingkat inflasi bulan Juni 2022 tercatat meningkat, kendati demikian inflasi inti masih berada di level yang relatif rendah.
Di tengah tingginya volatilitas di pasar keuangan global dan kecenderungan risk off investor yang mendorong keluarnya investor dari pasar negara berkembang, pasar saham Indonesia mengalami sedikit koreksi.
Hingga 22 Juli 2022, IHSG tercatat melemah sebesar 0,4 persen mtd ke level 6.887 dengan non residen mencatatkan outflow sebesar Rp4,19 triliun. Sementara di pasar SBN, non residen mencatatkan outflow sebesar Rp29,14 triliun sehingga mendorong rerata yield SBN naik 12,2 bps mtd pada seluruh tenor.
Sementara itu, penghimpunan dana di pasar modal hingga 26 Juli 2022 tercatat sebesar Rp123,5 triliun, dengan emiten baru tercatat sebanyak 32 Emiten. Di pipeline masih terdapat 93 rencana emisi dengan nilai sebesar Rp61,52 triliun.