BTN Perkuat Manajemen Risiko Imbas Kebangkrutan Silicon Valley Bank
PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) meningkatkan kewaspadaannya terkait fenomena tiga bank gagal di Amerika Serikat baru-baru ini. Kejatuhan Silicon Valley Bank (SVB), Signature Bank, dan Silvergate Bank menjadi sinyal sektor keuangan global ikut terpuruk imbas kenaikan suku bunga tinggi The Fed.
Direktur Utama BTN Nixon Napitupulu mengatakan, pihaknya turut mencermati situasi tersebut dengan memperkuat manajemen risiko, terutama di sisi pengelolaan portfolio pendanaan maupun portfolio kredit.
Nixon melanjutkan, kejatuhan tiga bank di Amerika Serikat merupakan imbas dari memburuknya dari sisi makro ekonomi. Hal ini menyebabkan The Fed harus menaikkan suku bunga ke level tertingginya selama beberapa tahun terakhir untuk mengendalikan inflasi.
"Dampak situasi ekonomi global dengan jatuhnya Silicon Valley Bank, kemudian Signature Bank dan isu lainnya kita terus cermati," kata Nixon, dalam konferensi pes di Jakarta, Kamis (16/3).
Dia meyakini, kejatuhan SVB tidak memberi dampak yang besar bagi industri keuangan Tanah Air maupun BTN. "Walau begitu kami tentunya justru semakin waspada," tutur Nixon.
Secara terpisah, Executive Vice President Corporate Communication & Social Responsibility BCA, Hera F. Haryn menjelaskan, salah satu faktor yang menyebabkan kegagalan SVB adalah penempatan dana di obligasi jangka panjang yang nilainya turun tajam ketika tren suku bunga terus meningkat. Sebabnya, hampir separuh aset SVB yang senilai US$ 209 miliar ditempatkan di obligasi pemerintah AS (US Treasury).
Ia pun meyakini, BCA tidak terdampak penutupan SVB lantaran memiliki likuiditas yang solid dan berimbang. "Kondisi likuiditas BCA yang solid untuk memenuhi liabilitas jangka pendek, serta tidak terkonsentrasi pada aset tertentu. Di sisi pendanaan, konsentrasi sangat rendah, didukung oleh jumlah ritel deposan besar,” ucap Hera kepada Katadata.co.id, Kamis (16/4).
Menurutnya, dari sisi profil likuiditas BCA sangat berbeda dengan SVB. Secara keseluruhan, profil aset BCA termasuk kredit, yaitu sebesar 47% dari aktiva produktif memiliki jatuh tempo kurang dari 1 tahun, dan sebanyak 33% jatuh tempo antara 1-5 tahun. Hera menambahkan bahwa pihaknya BCA akan mengkaji perkembangan dari situasi SVB.
Selain itu, Direktur Keuangan BNI Novita Widya Anggraini mengaku, perseroan saat ini tidak memiliki eksposur langsung dengan bank yang berbasis di California, Amerika Serikat itu. Menurutnya model bisnis yang dijalankan perseroan sudah sangat kuat. Perusahaan memiliki rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) di atas 20%.
"Ini tentunya jauh di atas ketentuan minimum regulator dan juga lebih tinggi dari bank-bank global lainnya," kata Novita, saat konferensi pers Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) BNI, Rabu (15/3).