4 BPD Merapat, Bank BJB Bakal Jadi Induk KUB Terbesar di Indonesia
PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJBR) alias bank bjb menjadi kelompok usaha bank (KUB) sebagai konsolidasi perbankan khususnya Bank Pembangunan Daerah (BPD).
Bank bjb akan menjadi induk usaha atau anchor sejumlah BPD. Paling anyar, Bank Jambi menjadi BPD ke-4 bergabung dalam KUB dengan bank bjb setelah Bank Bengkulu, Bank Sultra dan Bank Maluku Malut.
Direktur Utama bank bjb Yuddy Renaldi mengatakan berdasarkan POJK 12/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum, BPD wajib meningkatkan modal intinya minimal Rp 3 triliun paling lambat 31 Desember 2024, atau cukup memiliki Rp 1 triliun sepanjang BPD tersebut efektif tergabung menjadi anggota dari KUB.
Apabila tidak dapat terpenuhi, maka BPD wajib menyesuaikan bentuk usahanya menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Dengan demikian, BPD yang memiliki modal inti di bawah Rp3 triliun tersebut akan berpacu dengan waktu karena waktu pemenuhannya kurang lebih tersisa 13 bulan lagi.
Yuddy menambahkan, bank bjb memiliki berbagai pengalaman dan pemahaman yang mendalam mulai dari proses ber-KUB karena saat ini sudah ada bank bjb syariah sebagai anggota KUB pertama.
"Pengalaman IPO, right issue, penerbitan surat berharga, sampai dengan bagaimana bertransformasi dari bisnis model BPD yang konvensional menjadi lebih advanced sesuai perkembangan terkini," ucap Yuddy, dalam keterangan tertulis, Senin (11/12).
Selain itu, inisiatif KUB ini juga merupakan bagian dari upaya berkelanjutan untuk memperkuat posisi BPD dalam industri perbankan nasional.
Dengan total aset seluruh BPD di Indonesia per September 2023 sebesar Rp945,7 triliun, BPD dapat menjadi salah satu kekuatan utama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, bersanding dengan perbankan besar lainnya.
Menurut Yuddy, kolaborasi adalah hal paling penting yang harus dilakukan BPD dalam melakukan inovasi dan transformasi agar bisa bersaing di industri perbankan. Saat ini bank bjb juga masih membuka peluang kerja sama dengan BPD lain di Indonesia, dengan prinsip untuk kemajuan bersama serta saling menguntungkan.
Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah menilai KUB merupakan salah satu strategi yang paling tepat untuk BPD. Selain untuk memenuhi ketentuan modal inti minimum, KUB juga dianggap mampu meningkatkan daya saing BPD di era digital saat ini.
“KUB memang salah satu strategi yang paling tepat untuk BPD dalam menghadapi, tidak hanya ketentuan permodalan, tetapi juga persaingan perbankan yang semakin ketat di era digital. Dengan KUB, bank-bank BPD bisa melakukan sinergi untuk membentuk ekosistem yang bisa bersaing,” ujar Piter.
Piter mengungkapkan sinergi dengan skema KUB yang dilakukan oleh BPD merupakan langkah pintar, karena mampu memaksimalkan berbagai potensi dan peluang di sektor perbankan. Kata Piter, industri perbankan sudah sangat kompleks dan kebutuhan utama bank digital ya ekosistem serta infrastruktur teknologi informasinya, artinya membutuhkan modal besar.
"Saya kira peluang KUB yang ditawarkan oleh bank bjb dengan berbagai potensi sinergitas lainnya yang mengikuti, dapat menjadi sebuah solusi," tutur Piter.
Jika bersinergi bersama bank bjb dalam skema KUB, lanjut Piter, pengembangan tersebut bisa menggunakan izin yang sudah dimiliki bank bjb, sekaligus memanfaatkan berbagai infrastruktur, teknologi informasi dan knowledge yang sudah dimiliki bank bjb.
Piter menjelaskan, bank bjb saat ini menjadi salah satu bank nasional yang memiliki jaringan luas dan layanan terintegrasi, apalagi sudah tersedia berbagai layanan digital yang memudahkan nasabah. Karena itu, ia yakin, kinerja bank bjb akan tetap solid.
Bahkan, bank daerah yang bergabung dengan bank bjb akan mendapat keuntungan berkat berbagai sumber daya yang sudah dimiliki bank bjb. Apalagi, bank bjb juga terus diarahkan menjadi hybrid banking. Menurutnya, digitalisasi layanan yang sudah dilakukan bank bjb sudah sangat baik dan akan mampu mengakselerasi kinerja bisnis.
"Saya selalu mengatakan, digital bank itu sebuah keniscayaan. Tidak mungkin bank itu tidak mengembangkan layanan digital. Tanpa bertransformasi ke bank digital mereka akan kalah dalam persaingan di masa depan," tegas Piter.
Sampai dengan periode kuartal ketiga tahun ini, bank bersandi BJBR ini secara konsolidasi membukukan laba bersih sebesar Rp1,42 triliun. Pendapatan bunga bersih (net interest income/NII) tercatat sebesar Rp5,23 triliun. Pertumbuhan kredit BJBR tercatat 10,2 % menjadi Rp 125 triliun yang tumbuh pada seluruh segmen kredit baik konsumsi ataupun segmen bisnis.
Total aset tercatat sebesar Rp179,31 triliun pada September 2023. Sementara itu, rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) tercatat 1,26% dan NPL net 0,63%. Adapun, dari segi himpunan dana pihak ketiga (DPK) bank tercatat Rp130,86 triliun.