DEN: Turunnya Perputaran Dana di Judi Online Turut Dorong Ekonomi Tumbuh 5,12%
Dewan Ekonomi Nasional atau DEN menilai penanganan judi daring atau judol sejak Mei 2025 membuat pertumbuhan ekonomi kuartal kedua tahun ini bisa tumbuh 5,12% secara tahunan. Direktur Eksekutif DEN, Firman Hidayat mengatakan turunnya judol membuat dana tadinya dikirim ke luar negeri dapat berputar dalam bentuk investasi dan konsumsi oleh masyarakat.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK mendata perputaran dana judol pada paruh pertama tahun ini telah susut 72% secara tahunan menjadi Rp 99,67 triliun. Menurut Firman judol telah menahan pertumbuhan ekonomi 2024 sebesar 0,3% akibat.
"Perputaran dana judol telah lebih rendah dibandingkan tahun lalu. Semoga dampak judol ke pertumbuhan ekonomi dapat mendekati 0% atau tidak ada sama sekali pada tahun ini," kata Firman dalam Katadata Policy Dialogue, Selasa (5/8).
Lebih jauh Firman mengatakan saat ini DEN masih mengkaji dampak judol ke perekonomian nasional pada tahun ini. Menurut dia, perhitungan dampak judol pada pertumbuhan ekonomi tahun lalu baru dilakukan secara sederhana.
Firman memaparkan dana masyarakat senilai Rp 51,3 yang terserap judol tahun lalu telah menghilangkan pendapatan pajak sekitar Rp 6,4 triliun. Sementara itu, 70% atau hampir RP 36 triliun dana judol tersebut dikirimkan ke luar negeri.
Firman menilai perekonomian nasional dapat tumbuh lebih dari 5% akibat peningkatan produktivitas masyarakat dengan berkurangnya aktivitas judol. "Kalau dana judol yang berputar bisa terus ditekan, harusnya pertumbuhan ekonomi nasional bisa lebih baik," katanya.
Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana sebelumnya menyatakan pemain judol telah susut 68,32% secara tahunan pada paruh pertama tahun ini menjadi 3,1 juta orang. Pada 2024, pemain judol tercatat melonjak lebih dari dua kali lipat secara tahunan menjadi hampir 10 juta orang.
Menurutnya, 80% dari pemain judol di dalam negeri berasal dari kelompok masyarakat berpenghasilan rendah atau kurang dari Rp 5 juta per bulan. Mayoritas atau sekitar 55% dari pemain judol berumur 30-50 tahun, sementara kelompok umur 21-30 tahun berkontribusi hingga 37,4%.
Ivan menunjukkan masyarakat dengan pendapatan kurang dari Rp 1 juta per bulan menggunakan sebagian besar atau hingga 73% dari pendapatan bulanan untuk bermain judol. Sementara itu, masyarakat dalam kelompok pendapatan Rp 1 juta sampai Rp 2 juta dan hingga Rp 20 juta mengalokasikan lebih dari 40% pendapatan bulanan untuk judol.
"Masyarakat yang bermain judol memiliki 16 kali kemungkinan lebih besar untuk berhutang. Hal ini sangat berkorelasi dengan munculnya keinginan bunuh diri oleh pemain judol sebab mereka pada akhirnya akan terlilit utang," katanya.
