“Healing” Bukan Dosa Finansial, Asal Anggarannya Terencana
Di tengah persepsi bahwa ekonomi sedang melemah, masyarakat tetap menyisihkan anggaran untuk kebutuhan hiburan. Istilah “healing” pun menjadi cara populer menggambarkan pengeluaran rekreasi yang memberi ruang bagi jeda dari rutinitas.
Mengutip publikasi Databoks pada Juni 2025, berdasarkan survei Snapcart, diketahui bahwa dalam 3 hingga 6 bulan terakhir masyarakat tetap mengalokasikan pengeluaran untuk rekreasi atau liburan. Sekitar 38 persen responden menghabiskan kurang dari Rp250 ribu untuk kebutuhan ini.
Sebanyak 29 persen responden merogoh kocek Rp250 ribu-Rp500 ribu, disusul 18 persen yang menghabiskan Rp500 ribu-Rp1 juta. Ada pula 11 persen responden mengeluarkan Rp1 juta-Rp3 juta, sementara 8 persen sisanya menyiapkan lebih dari Rp3 juta untuk rekreasi.
“Angka-angka ini menunjukkan bahwa, meskipun menghadapi kondisi ekonomi lemah, masyarakat Indonesia masih mencari cara untuk beristirahat dan berekreasi,” tulis Snapcart dalam laporan Life Priorities: Part 2.
Motivasi masyarakat relatif jelas. Sebanyak 39 persen responden mengaku butuh melarikan diri dari stres dan tekanan harian. Lainnya, 27 persen memanfaatkan rekreasi untuk meningkatkan mood dan produktivitas. Dan sekitar 9 persen menjadikan liburan sebagai tradisi keluarga yang tetap dipertahankan.
Creative Lead Bank Jago Alpine Jataku Pribadhy berpendapat, mengeluarkan uang untuk kebutuhan hiburan alias “healing” bukan sesuatu yang terlarang, meski di tengah ekonomi yang sedang lemah.
Menurutnya, pengeluaran seperti membeli tiket konser, liburan singkat, atau hobi tertentu sah-sah saja.
“Enggak apa-apa sebenarnya, asalkan sudah dialokasikan anggarannya. Enggak masalah dengan pandangan quality of life seperti itu,” kata Alpine di dalam talkshow Katadata Financial Healing bertajuk Paham Finansial, Biar Hidup Enggak Trial di Taman Literasi, Jakarta Selatan, Jumat (14/11).
Ia menekankan bahwa kuncinya ada di perencanaan anggaran masing-masing individu. Berdasarkan pengalamannya, salah satu strategi yang bisa diterapkan agar bisa “healing” secara sehat, yakni mengelompokkan budget ke dalam beberapa kantong.
Alpine mencontohkan, dirinya memiliki tiga kantong utama berdasarkan skala prioritas pengeluaran, yaitu high priority, medium, dan, small. “High priority misalnya, kalau saya, untuk alokasi anggaran umroh orang tua. Medium, bisa untuk liburan. Small, untuk kebutuhan jajan dan lainnya,” ucap dia.
Metode semacam itu, imbuh Alpine, sebetulnya bukan hal baru melainkan sudah ia temukan sejak orang tuanya muda. Perbedaannya, dulu dilakukan secara konvensional menggunakan amplop. Tapi sekarang tersedia dalam wujud kantong digital, seperti yang disediakan Bank Jago.
Fitur Kantong di dalam rekening Bank Jago memungkinkan pengguna membagi tujuan keuangan secara lebih jelas. “Masing-masing kantong di Bank Jago bisa punya ceritanya masing-masing. Bisa kita namakan sesuai keinginan personal kita,” kata Alpine.
Bank Jago merupakan salah satu pendukung berlangsungnya Katadata Financial Healing kali ini. Acara edukasi keuangan ini diharapkan dapat menyebarluaskan pemahaman bahwa hidup tenang bisa dimulai dari keuangan yang sehat.
