OJK dan OECD Sepakat Kembangkan Transformasi Digital Industri Jasa Keuangan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) sepakat mengembangkan transformasi dan inovasi keuangan digital yang bertanggung jawab. Hal ini dilakukan seiring dengan komitmen OJK menjaga stabilitas sistem keuangan dan memperkuat pelindungan konsumen.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan sebagai pengatur dan pengawas inovasi keuangan dan aset digital, OJK harus mampu mengikuti perkembangan teknologi dan industri digital. Terlebih lagi dengan cepatnya perkembangan teknologi dan Artifisial Intelligence (AI) di industri jasa keuangan.
“Penting bagi kami berbagi pandangan tentang kebijakan di masing-masing negara, serta bagaimana menyusun kerangka regulasi yang seimbang mendorong inovasi namun tetap menjaga stabilitas keuangan dan pelindungan konsumen,” kata Mahendra dalam forum OECD Asia Roundtable on Digital Finance 2025 yang digelar OJK bersama OECD di Bali seperti dikutip Selasa (2/12).
Menurut Mahendra, sejak 2023 OJK telah membangun fondasi tata kelola AI dengan menerbitkan Code of Ethics Guidelines on Responsible and Trustworthy AI untuk sektor fintech. Aturan ini berfungsi sebagai pedoman etis agar penggunaan AI tetap bermanfaat, adil, dan akuntabel.
Di sektor perbankan, OJK telah menerbitkan Indonesian Banking Artificial Intelligence Governance pada April 2025, yang memperkuat tata kelola dan manajemen risiko model AI pada bank. OJK saat ini juga tengah mengembangkan program tokenisasi yang menjadi tema utama dalam perkembangan aset digital.
“OJK telah mengeksplorasi tokenisasi melalui regulatory sandbox, dengan fokus pada tiga model: tokenisasi emas, obligasi, dan properti. Kami mendorong inovasi ini secara hati-hati, memastikan keseimbangan antara pengembangan teknologi, perlindungan konsumen, dan stabilitas keuangan,” kata Mahendra.
Sementara itu, Direktur Financial and Enterprise Affairs OECD Carmine Di Noia menyampaikan apresiasi atas kemitraan dengan OJK dan menyoroti peran penting Asia sebagai pusat inovasi keuangan digital. Ia menegaskan komitmen OECD untuk mendukung pengembangan kerangka kerja yang harmonis secara global.
Menurut Carmine, Asia berada di garis depan transformasi keuangan digital, didorong oleh ekosistem fintech yang dinamis dan adopsi teknologi yang cepat. Karena itu kolaborasi antar pelaku jasa keuangan sangat penting dikembangkan.
“Kolaboraso untuk memastikan bahwa inovasi dapat berkembang secara bertanggung jawab, menciptakan pasar yang lebih efisien dan inklusif, serta memperkuat kepercayaan publik," kata Carmine Di Noia.
Pada kesempatan ini juga dilakukan peluncuran The OECD Report On Artificial Intelligence in Asia’s Financial Sector dan Panduan Kode Etik Kecerdasan Artifisial (Artificial Intelligence/AI) yang Bertanggung Jawab dan Terpercaya di Teknologi Finansial di bawah pengawasan IAKD.
Peluncuran ini menjadi bagian dari komitmen OJK agar regulasi nasional selaras dengan praktik terbaik internasional. Indonesia berkomitmen memperkuat transformasi digital, memperkuat fundamental ekonomi, dan memperdalam kerja sama internasional melalui strategi yang efektif dan peningkatan kapasitas teknologi.
Kans Aksesi Keanggotaan Penuh OECD
Kegiatan dengan OECD ini juga merupakan bagian dari proses aksesi Indonesia menjadi anggota penuh OECD. Posisi strategis Indonesia sebagai negara G20 dan pengawas sektor jasa keuangan terintegrasi menjadikan keterlibatan OJK di forum OECD semakin penting.
Kolaborasi tersebut sebelumnya telah diformalisasi melalui Memorandum of Understanding (MoU) antara OJK dan OECD yang terakhir diperbarui pada tahun 2021, dan mencakup berbagai sektor jasa keuangan, termasuk pengembangan regulasi, perlindungan konsumen, serta penguatan integritas dan stabilitas sistem keuangan.
Mengenai kans Indonesia gabung di OECD, Mahendra sebelumnya menyatakan optimismenya. Ia menyebut standar keuangan Indonesia semakin meningkat jika bergabung menjadi anggota penuh OECD.
Menurut dia, OECD merupakan organisasi yang menerapkan standar atau kriteria yang berlaku menyeluruh di negara anggotanya yang ingin terus meningkatkan standar di sejumlah bidang termasuk sektor keuangan. Mahendra menilai, OECD tidak hanya menyangkut soal keuangan namun sejumlah bidang terkait pembangunan sehingga proses aksesi ke dalam payung keanggotaan penuh OECD menjadi perhatian serius pemerintah.
“Dalam kacamata sebagai regulator sektor keuangan, kami dukung dan menyiapkan berbagai langkah yang sudah dilaksanakan dan akan terus dilaksanakan dalam proses aksesi,” ujar Mahendra.
Indonesia sudah memasukkan memorandum awal pada Juni 2025 yang menandai dimulainya babak teknis untuk proses aksesi OECD. Ada pun Indonesia merupakan negara pertama di Asia Tenggara yang menjadi kandidat aksesi OECD.
Selain Indonesia, ada pula negara serupa yang dalam proses aksesi yaitu beberapa negara di Uni Eropa salah satunya Rumania, Amerika bagian selatan dan Indonesia. Saat ini, anggota OECD sebanyak 38 negara.
