Menteri PAN-RB Sebut Wacana Pembekuan Bea Cukai Bisa Dilakukan Secara Aturan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Rini Widyantini mengatakan pembekuan 16.000 karyawan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau DJBC dapat dilakukan secara aturan. Wacana ini muncul lantaran munculnya ketidakpercayaan publik atas lembaga tersebut.
Meski begitu, Rini mengatakan ia perlu mempelajari fungsi-fungsi Aparatur Sipil Negara di DJBC sebelum pembekuan. "Kalau ASN memiliki masalah, kami bisa nonaktifkan, tapi belum tentu semua pegawai DJBC bermasalah. Saya harus cek dulu kondisi di DJBC," kata Rini di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Rabu (3/12).
Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan citra DJBC kurang bagus di media massa, masyarakat, maupun mata Presiden Prabowo Subianto. Menurutnya, opsi pembekuan DJBC muncul akibat maraknya kasus perdagangan ilegal yang disangkutkan dengan peran DJBC.
Purbaya menyampaikan DJBC bisa digantikan dengan Societe Generale de Surveillance seperti pada zaman Orde Baru jika kinerja DJBC menjadi ancaman serius. Namun Purbaya mengaku telah meminta waktu setahun untuk memperbaiki lembaga tersebut.
“Saya sudah minta waktu ke Presiden (Prabowo Subianto) satu tahun untuk tidak diganggu dulu. Biarkan saya bereskan, untuk memperbaiki Bea Cukai,” kata Purbaya usai menghadiri Rapat Kerja dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Jakarta, Kamis (27/11).
Purbaya menjelaskan langkah penertiban internal Ditjen Bea dan Cukai merupakan urgensi untuk meningkatkan proses pengawasan dan layanan kepabeanan. Ada sejumlah persoalan yang membelit DJBC seperti dugaan praktik manipulasi transaksi under-invoicing hingga masuknya barang ilegal.
Menkeu Purbaya menyampaikan ada juga temuan dari investigasi internal terkait ketidaksesuaian data perdagangan antara Indonesia, Cina, dan Singapura. Selain itu ada praktik barang dari Cina dikirim terlebih dulu ke Singapura sebelum masuk ke Indonesia. Hal ini menyebabkan data ekspor Cina ke Indonesia tidak selalu muncul secara langsung, karena sebagian tercatat sebagai ekspor ke Singapura.
Temuan itu membuat data ekspor Cina ke Indonesia terlihat janggal. Namun, jika data ekspor Cina ke Singapura digabung dengan catatan dari Singapura ke Indonesia hasilnya akan mendekati data impor Indonesia.
“Kelihatannya itu yang terjadi. Dan akan kami investigasi untuk semua jenis ekspor, apakah seperti itu? Atau apakah ada penggelapan? Ini masih kita kerjakan manual," ujar eks Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu.
