Ekonom Soroti Potensi Risiko Proyek Investasi Danantara pada 2026
Ekonom menyoroti proyek investasi Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau BPI Danantara pada 2026, karena dinilai masih dibayangi potensi risiko crowding out.
Crowding out (efek penggagalan) adalah fenomena ekonomi ketika peningkatan belanja pemerintah, yang sering dibiayai oleh pinjaman, menyebabkan penurunan signifikan pada investasi dan pengeluaran sektor swasta karena penyerapan sumber daya keuangan yang tersedia dan kenaikan suku bunga.
Kepala Ekonom Bank Central Asia atau BCA Sumual mencatat belum ada proyek Danantara yang benar-benar berjalan. Padahal, pemerintah telah merealokasi dividen BUMN ke Danantara dan alokasi anggaran ke program Makan Bergizi Gratis alias MBG.
Menurut dia, kebijakan investasi belum memberikan hasil optimal tahun ini. Ia berharap proyek-proyek Danantara dapat berjalan lebih maksimal pada 2026, seperti proyek waste to energy, kilang, dan pertambangan, sehingga diharapkan mampu menggerakkan perekonomian.
Selain itu, David menilai fokus Danantara masih tertuju pada konsolidasi internal selama tahun ini, termasuk restrukturisasi, pembenahan organisasi hingga proses rekrutmen sumber daya manusia.
David menilai sejumlah program pendanaan, seperti penerbitan Patriot Bond, perlu direalisasikan. Pasalnya, instrumen ini diserap oleh perusahaan-perusahaan tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Berikut sederet proyek Danantara:
| No | Proyek | Keterangan | Investasi (estimasi) |
| 1 | Waste-to-energy (WtE) | Pilot 8 PSEL, total 33 PSEL | Rp 66 triliun – Rp 99 triliun |
| 2 | Kilang minyak Tuban (Grass Root Refinery) | Kapasitas 500 ribu barel/hari (Pertamina) | Rp 168 triliun (bagian Danantara) |
| 3 | 18 Proyek Tambang Hilirisasi | Nikel, bauksit, tembaga (kerjasama BUMN) | US$ 38,6 miliar |
| 4 | Konsolidasi bisnis BUMN | Konstruksi, pupuk, RS, hotel, gula, mineral, dll. (termasuk restrukturisasi Krakatau Steel) | Rp 50 triliun |
| 5 | Digital infrastructure | Pengembangan data center dan jaringan 5G | Rp 15 triliun |
Sumber: Kepala Ekonom BCA David Sumual
“Misalnya, (program-program) ini tidak jalan, maka akan berbahaya. Sebab, perusahaan-perusahaan terdaftar (di BEI) yang subscrive ke sini, ke Patriot Bond. Padahal sebenarnya mungkin mereka tadinya ingin pakai dana ini untuk ekspansi kan?!” ujar David dalam keterangannya di Jakarta, Senin (15/12).
David menyebut beberapa proyek telah memiliki kepastian untuk berjalan, salah satunya Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL) atau waste to energy (WTE). Namun, ia menyoroti adanya risiko crowding out jika dana Patriot Bond terlalu lama ditempatkan pada Surat Utang Negara (SUN), tanpa segera dialokasikan ke proyek-proyek riil.
Pemanfaatan Dana Patriot Bond
Patriot Bond Danantara sebelumnya mencatatkan oversubscribed atau kelebihan permintaan hingga Rp 51,75 triliun. Nantinya uang ini digunakan untuk proyek waste-to-energy atau pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa)
Dengan skema itu, Danantara akan membeli saham perusahaan patungan yang mengoperasikan fasilitas WTE dalam mendanai proyek tersebut.
Pemerintah telah menghimpun dana segar lebih dari Rp 50 triliun dari penerbitan surat utang negara kepada konglomerat atau Patriot Bond. Meski begitu, CIO BPI Danantara Pandu Patria Sjahrir belum memastikan seberapa besar kontribusi Patriot Bond dalam skema pembiayaan ekuitas itu.
"Sejauh ini ada perusahaan pengelola WTE yang berencana mempertahankan kepemilikannya 51% atau lebih. Kami akan mendiskusikan hal ini lebih lanjut, namun target kami adalah agar proyek ini selesai tepat waktu," kata Pandu di kantornya, bulan lalu (3/11).
Pandu memberikan sinyal bahwa kepemilikan Danantara dalam setiap WTE setidaknya mencapai 30%. Namun kepemilikan saham tidak akan menjadi fokus utama selama setiap proyek WTE selesai tepat waktu pada kuartal pertama tahun depan. Pandu menghitung mayoritas pendanaan proyek WTE akan berasal dari utang perbankan atau mencapai 70%.
Ia juga menyampaikan, saat ini telah banyak bank yang tertarik untuk menyediakan pendanaan, baik dari dalam maupun luar negeri. Dia menilai tingginya minat perusahaan untuk berkontribusi dalam program WTE menunjukkan tingginya tingkat pengembalian investasi secara komersial.
Akan tetapi, Pandu tidak memerinci persentase pengembalian investasi yang dimaksud.
"Secara formasi modal, proyek WTE termasuk bagus karena banyak bank swasta nasional, bank asing, maupun bank pelat merah yang berminat. Proyek ini akan menjadi contoh pendanaan proyek dengan skema crowding-in," katanya.
Kemudian ada sinyal bahwa Danantara tengah meluncurkan Patriot Bond Jilid II dengan nilai Rp 15 triliun bertenor 5 dan 7 tahun dengan kupon 2%.
