Investor Kakap Bank Digital Ribbit Beli Saham Bank Jago (ARTO)
PT Bank Jago Tbk (ARTO) terus menarik minat para investor di dalam dan luar negeri. Setelah decacorn Gojek dan perusahaan investasi GIC Singapura kepincut, kini bank digital tersebut kembali kedatangan investor baru dari luar negeri. Ribbit Capital, venture capital asal Amerika Serikat yang memang gemar mengoleksi saham fintech dan bank digital di seluruh dunia.
Managing Partner Ribbit Capital Micky Malka mengaku menyaksikan revolusi perbankan digital di seluruh dunia. Adapun Bank Jago adalah fully digital bank pertama di Indonesia, yang telah membuat kemajuan luar biasa dalam mengembangkan layanan perbankan digital bagi masyarakat.
“Bank Jago memiliki komitmen sangat kuat untuk melayani nasabah melalui produk perbankan digital dengan teknologi mumpuni yang setara dengan pemain global. Kami senang sekali dapat berpartisipasi dalam perjalanan ini,” kata Malka dalam siaran pers Bank Jago, Senin (4/10).
Namun, dia tidak menjelaskan detail mengenai transaksi saham untuk masuk berinvestasi di Bank Jago tersebut.
Sedangkan Direktur Utama Bank Jago Kharim Siregar mengatakan, kehadiran Ribbit menunjukkan minat dan ketertarikan yang tinggi investor kelas dunia terhadap upaya Bank Jago memajukan inklusi keuangan digital di Indonesia. “Kami tentu menyambut baik partisipasi dan dukungan Ribbit di Bank Jago,” katanya.
Meski tidak mengungkapkan bentuk dan detail investasi tersebut, diduga Ribbit masuk ke Bank Jago melalui transaksi pembelian saham di Bursa Efek Indonesia. Berdasarkan catatan Katadata.co.id, dalam beberapa waktu terakhir terdapat sejumlah transaksi bernilai besar pada saham Bank Jago.
Pada perdagangan 17 September, total nilai transaksi Bank Jago Rp 846,91 miliar, tertinggi sepanjang bulan itu. Volume transaksinya 53,91 juta unit saham dengan frekuensi 38.921 kali. Harga saham Bank Jago pada perdagangan hari itu ditutup naik 7,09% menjadi Rp 15.850 per saham.
Perdagangan saham Bank Jago dengan nilai jumbo juga terjadi pada 22 September senilai Rp 674,77 miliar, dengan volume transaksinya 41,24 juta unit saham dan frekuensi 28.222 kali. Kala itu, harga saham Bank Jago naik 3,82% menjadi Rp 16.300 per saham.
Sehari kemudian, saham Bank Jago juga ditransaksikan dengan nilai jumbo, yaitu Rp 662,74 miliar dengan volume 39,65 juta unit saham dan frekuensi 24.025 kali. Harga saham Bank Jago ditutup naik 2,3% menjadi Rp 16.675 per saham.
Pada 24 September lalu, ditransaksikan senilai Rp 500,11 miliar dengan volume 30,63 juta unit saham dan frekuensi 19.487 kali. Meski nilainya jumbo, harga saham Bank Jago hari itu ditutup turun 4,35% menjadi Rp 15.950 per saham.
Ribbit diduga di balik transaksi pembelian saham Bank Jago tersebut. Meski hingga kini secara total belum memiliki lebih 5% saham Bank Jago.
Siapa Ribbit?
Berdiri pada 2021 dan bermarkas di palo Alto, California, Ribbit gemar berinvestasi di perusahaan startup dan digital, khususnya di sektor keuangan. Berdasarkan data Crunchbase, venture capital ini sudah menggelar 11 kali putaran pendanaan dengan total dana US$ 1,3 miliar.
Portofolio Ribbit tersebar di berbagai negara dan kawasan, mulai dari Amerika Serikat, Amerika Latin, Asia hingga Indonesia. Di Asia, perusahaan ini paling aktif di Negara India dengan mengoleksi 11 portofolio.
Di antara setumpuk portofolionya, beberapa yang menarik adalah Capital Float (penyedia layanan pay later di India); bank digital pertama di dunia asal Inggris, Revolut; bank digital besar di Brasil, Nubank; dan aplikasi investasi saham di Indonesia, Ajaib. Ajaib menjadi portofolio investasi pertama Ribbit di Asia Tenggara, yang kini berlanjut ke Bank Jago.
Investor Bank Jago
Setelah diambil alih Patrick Walujo dan Jerry Ng, lalu mengubah haluan menjadi bank digital, Bank Jago memang telah memicu minat besar para investor. Pada 18 Desember 2020, Gojek melalui anak usahanya PT Dompet Karya Anak Bangsa (Gopay) muncul sebagai pemegang saham di atas 5% Bank jago.
Pada saat itu, Gojek membeli 1,95 miliar saham Bank Jago dengan nilai Rp 1.150 per saham. Artinya, nilai transaksi pembelian saham tersebut mencapai Rp 2,25 triliun. Setelah transaksi itu, Gojek memiliki 2,4 miliar saham Bank Jago atau setara 22,16% dari total saham.
Pemerintah Singapura melalui GIC Private Limited juga tertarik pada Bank Jago. Pada 17 Maret 2021, GIC menyuntikkan modal sebesar Rp 2,59 triliun pada Bank Jago. Transaksi dilakukan dengan membeli 1,11 miliar saham baru atau rights issue bank digital itu dengan harga Rp 2.350 per saham.
Saat ini, GIC atas nama pemerintah Singapura memiliki 8,07% saham bank yang sebelumnya bernama Bank Artos tersebut. Sementara itu, GIC juga memiliki 145,23 juta saham Bank Jago atas nama Otoritas Keuangan Singapura (MAS) setara 1,05%. Dengan demikian, secara total, GIC punya 1,26 miliar saham atau 9,12% saham Bank Jago.
Animo tinggi para investor itu juga tercermin dari lonjakan harga saham dan valuasi Bank Jago. Saat diakuisisi Jerry Ng dan Patrick Walujo pada 26 Desember 2019, harga sahamnya ditutup pada Rp 277 per saham.
Per 1 Oktober 2021, harga saham Bank Jago Rp 15.075 per saham. Artinya harga saham Bank Jago naik 5.341% sejak duo pengendali Bank Jago mengakuisisi kurang dari dua tahun lalu.
Berkat kenaikan signifikan tersebut, kini nilai kapitalisasi pasar Bank Jago mencapai Rp 208,88 triliun. Nilainya berada di urutan ke-6 sebagai emiten berkapitalisasi pasar terbesar di Bursa Efek Indonesia atau punya bobot 2,7% dari seluruh nilai kapitalisasi Rp 7.671 triliun.
Nilai kapitalisasi pasar itu hanya kalah dari Bank Central Asia (BBCA) dengan nilai kapitalisasi Rp 825 triliun, Bank Rakyat Indonesia (BBRI) senilai Rp 586 triliun, Telkom Indonesia (TLKM) senilai Rp 363 triliun, Bank Mandiri (BMRI) senilai Rp 282 triliun, dan Astra Indonesia (ASII) senilai Rp 221 triliun.
Meski begitu, nilai kapitalisasi Bank Jago sudah di atas bank besar, seperti Bank Negara Indonesia (BBNI) yang senilai Rp 99,77 triliun, Bank CIMB Niaga (BNGA) senilai Rp 24,5 triliun, Bank Maybank Indonesia Tbk (BNII) senilai Rp 25,42 triliun, Bank Mega (MEGA) Rp 55,71 triliun, atau Bank Permata (BNLI) senilai Rp 61,51 triliun.