Strategi Metro Healthcare Menyasar Peserta BPJS Kesehatan
Saham sektor kesehatan bersinar sejak pandemi Covid-19. Salah satunya adalah PT Metro Healthcare Indonesia Tbk. Bursa Efek Indonesia mencatat emiten berkode efek CARE itu sebagai salah satu top gainer pada 9 November lalu.
Harga sahamnya melonjak 10,76% menjadi Rp 525 per lembar. Angka ini sudah naik lebih tiga kali lipat dari harga pencatatan perdananya pada Maret 2020 di Rp 139 per lembarnya.
Kiprah perusahaan ini dimulai pada 7 Oktober 2015 dengan nama PT Aruna Anjaya Perkasa. Perusahaan mengakuisisi Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Bunda Sejahtera di Pasar Kemis, Tangerang, Banten dan RSIA Bina Sehat Mandiri, Jakarta Barat.
Berkat akuisisi ini, kapasitas RSIA Bunda Sejahtera meningkat menjadi 40 tempat tidur. Sedangkan RSIA Bina Sehat Mandiri kapasitasnya menjadi 25 tempat tidur. Status RSIA kemudian berganti menjadi RS Umum.
Dilansir dari laman resmi perusahaan, nama kedua rumah sakit tersebut akan berganti menjadi Metro Hospitals Kuta Baru dan Metro Hospitals Duri Kepa.
Setahun berselang, Aruna Anjaya Perkasa mengakuisisi rumah sakit ketiga, yaitu RS Hosana Cikarang Baru, Jababeka. Rumah sakit ini kini dikenal dengan nama RS Metro Hospital Cikarang dengan kapasitas 70 tempat tidur.
RS keempat yang diakuisisi adalah RS Mulia Insani di Cikupa yang sudah berganti nama menjadi Metro Hospital Cikupa, Tangerang. Sebelum akuisisi, kapasitasnya hanya 110 tempat tidur. Lalu berkembang menjadi 200 tempat tidur.
Pada 2019, Aruna Anjaya Perkasa berganti nama menjadi PT Metro Healthcare Indonesia seperti yang dikenal sekarang. Di tahun yang sama, CARE mengakuisisi salah satu RSU pertama di wilayah Mojokerto, Jawa Timur, yaitu RSU Kartini Mojokerto dengan kapasitas 81 tempat tidur.
Seiring dengan akuisisi di Mojokerto, CARE juga mengakuisisi RSIA Mitra Husada di Sidoarjo dengan kapasitas 26 tempat tidur. RS ketujuh yang diakuisisi CARE adalah RSIA Santo Yusuf, Tanjung Priok, Jakarta Utara, yang memiliki kapasitas 22 tempat tidur.
Menyasar Peserta BPJS Kesehatan
Seluruh rumah sakit milik CARE, yang kini berjumlah delapan RS, masuk dalam kategori C dan D. Dilansir dari Tirto.id, rumah sakit tipe C minimal harus memiliki empat pelayanan medik spesialis dasar dan empat pelayanan spesialis penunjang medik.
Sedangkan yang tipe D, minimal memiliki 50 tempat tidur, dua pelayanan medik spesialis dasar, dengan fasilitas dan kemampuan pelayanan yang meliputi pelayanan medik umum, gawat darurat, medik spesialis dasar, keperawatan, dan kebidanan, serta pelayanan penunjang klinik dan non-klinik.
Perusahaan mengatakan sasaran utamanya adalah peserta BPJS Kesehatan. “Margin untuk pelayanan ini terbilang tipis dan kami memang harus mengejar volume,” kata Direktur Metro Healtcare Indonesia Dedi Tedjakusnadi, dikuitp dari Kontan.
Kinerja Saham
Perusahaan mulai melantai di bursa sejak 13 Maret 2020. Ketika itu, CARE berhasil meraih Rp 1,1 triliun. Dana ini dialokasikan untuk mengakuisisi rumah sakit.
Pada penawaran sahamnya ke publik alias IPO, perusahaan menawarkan 10 miliar lembar sahamnya dengan harga Rp 100 per lembar. Saat pencatatan perdana, saham Metro Healthcare dibuka di harga Rp 139 per saham. Pada pembukaan perdagangan hari ini, Kamis (2/12), angkanya di Rp 494 per saham.
Per tanggal 29 Oktober 2021, saham terbesar CARE dipegang oleh PT Anugerah Kasih Rajawali sebanyak 49,9%, kemudian masyarakat sebanyak 30,07%.
Mengutip keterbukaan informasi BEI, pada 25 Oktober 2021 PT Anugerah Kasih Rajawali melepas 6,65 juta lembar saham CARE dengan harga Rp 450 per lembar. Dengan pelepasan saham ini, persentase kepemilikan saham PT Anugerah Kasih Rajawali yang sebelumnya 69,9% turun menjadi 49,9%.