Bakrie & Brothers Targetkan Restrukturisasi Utang Rampung Tahun Depan
PT Bakrie & Brothers Tbk. menargetkan proses restrukturisasi utang senilai Rp 21 triliun akan rampung pada 2022. Proses restrukturisasi ini telah berjalan sejak 2016.
Sejauh ini, perseroan telah berhasil melakukan restrukturisasi pada utang senilai Rp 11,4 triliun. Emiten sektor manufaktur berkode BNBR ini akan merestrukturisasi utang sekitar Rp 10 triliun pada 2022.
"(Restrukturisasi) sudah proses negosiasi dan sampai kesepakatan awal. Memang prosesnya tertunda sedikit karena ada macam-macam, termasuk pandemi Covid-19," kata Direktur & Chief Investment Officer Roy Hendrajanto M Sakti dalam public expose perseroan, Jumat (10/12).
Berdasarkan laporan keuangan BNBR, total liabilitas naik 10,38% menjadi Rp 13,8 triliun dari realisasi akhir 2020 senilai Rp 12,5 triliun. Sebanyak 94,98% merupakan liabilitas jangka pendek atau senilai Rp 13,1 triliun.
Liabilitas derivatif memiliki kontribusi terbesar dalam liabilitas jangka pendek yang mencapai 68,53% atau Rp 9 triliun. Sementara itu utang jangka panjang yang jatuh tempo 12 bulan ke depan mencapai Rp 1,5 triliun.
Roy mengatakan salah satu tujuan restrukturisasi perseroan adalah merampingkan aset perseroan yang kini mencapai Rp 15,1 triliun. Adapun, total liabilitas BNBR berkontribusi hingga 91,62% dari total aset perseroan, sedangkan kontribusi liabilitas jangka pendek mencapai 87,03%.
Di sisi lain, perseroan masih membukukan rugi bersih senilai Rp 45 miliar pada sembilan bulan pertama 2021. Namun nilai kerugian BNBR menyusut dari semula Rp 240 miliar.
Salah satu pendorong penyusutan kerugian itu adalah efisiensi dan pertumbuhan pendapatan di beberapa anak usaha perseroan. Salah satu anak usaha yang mendorong pertumbuhan ini adalah PT Bakrie Indo Infrastructure (BIIN), tepatnya melalui cucu perusahaan di bidang internet of things (IoT), yakni PT Multi Kontrol Nusantara (MKN).
Berkat MKN, kontribusi BIIN terhadap total pendapatan BNBR naik dari 10% pada Januari-September 2020 menjadi 16%. Pasalnya, pendapatan MKN naik 29,23% menjadi Rp 252 miliar. Selain itu, pendapatan sebelum bunga, pajak, penyusutan, dan amortisasi (EBITDA) MKN naik 46,78% menjadi Rp 25 miliar.
Potensi Pemisahan Entitas Usaha
Anindya menyatakan, perusahaan berpotensi memisahkan MKN sebagai entitas usaha lain. Hal ini karena melihat kinerja bisnis perusahaan yang tumbuh signifikan, meski tak menyebut lebih detail terkait rencana ke depan.
"Bukan tidak mungkin ini bisa jadi spin-off. Menghasilkan bisnis baru yang punya growth story (cerita pertumbuhan) dan jadi start--up (perusahaan rintisan) yang sudah punya user case (pengguna) dan bukan proof of concept (konsep pembuktian)," kata Presiden Direktur BNBR Anindya Bakrie .
Selain BIIN, anak usaha yang berkontribusi terhadap ttotal pendapatan perseroan adalah PT Bakrie Autoparts yang menjadi 29%. Hingga kuartal III-2021, pendapatan BNBR tercatat susut 20,66% dari Rp 1,9 triliun pada Januari-September 2021 menjadi Rp 1,5 triliun.
Berdasarkan data Stockbit, harga saham BNBR terus stagnan di level Rp 50 per saham sejak 13 September 2018. Sebelumnya, harga BNBR tidak bergerak dari posisi Rp 500 per saham setidaknya sejak akhir 2016 sebelum akhirnya anjlok ke level Rp 70 per saham pada 20 Jun 2018 dan menyentuh titik terendahnya hingga saat ini.
Namun demikian, rasio harga saham terhadap laba atau price to earning (PE) BNBR tercatat bergerak positif sepanjang 2021. Secara tahun berjalan, rasio PE BNBR menyentuh titik tertingginya selama 10 tahun terakhir di level 0,84 kali.