Wishnutama Beberkan Asal Usul dan Filosofi Kubah Bambu di KTT G20
Rangkaian Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali telah berakhir pekan lalu. Namun, masih terdapat cerita menarik dari kegiatan yang dihadiri oleh para pemimpin negara dengan ekonomi terbesar di dunia tersebut.
Salah satunya, keberadaan bangunan unik Kubah Bambu yang menjadi atap bagi para pemimpin negara anggota G20 saat saat acara makan siang berlangsung di Hotel Apurva Kempinski, Bali.
Terkait kehadiran Kubah Bambu tersebut, Wishnutama Kusubandio, Koordinator Tim Asistensi dan Kemitraan Panitia Nasional Presidensi G20 Indonesia, membeberkan cerita terkait asal usul dan filosofi Kubah Bambu tersebut di laman media sosialnya.
"Kubah Bambu ini khusus dibangun untuk Leaders Lunch G20 di Ocean Front Lawn, Hotel Apurva Kempinski Bali, setelah mencoba berbagai alternatif desain, bentuk Kubah Bambu dipilih Presiden Jokowi untuk dieksekusi," kata Wishnutama di laman media sosialnya yang diunggah hari ini, Minggu (20/11).
Mantan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif itu juga menjelaskan, inspirasi Kubah Bambu didapatkan ketika dirinya bersama rombongan melakukan survei di Pantai Melasti, salah satu area yang dijajaki untuk menjadi bagian dari lokasi acara G20.
"Bangunan bambu di Pantai Melasti memicu ide untuk diterapkan di Apurva," katanya.
Rombongan terdiri dari, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Tim Sekretariat Negara, Tim Asistensi, Konsultan Kreatif Visual Elwin Mok, serta Panitia Pelaksana KTT G20.
Menurut Wishnu, penggunaan bambu sangat melekat di kebudayaan masyarakat di seluruh Indonesia. Dari tradisi kuliner, perabotan, kesenian, bahkan sampai bangunan.
Bambu, lanjutnya, juga mencerminkan nilai otentik Indonesia di tengah dunia yang semakin sintetik seiring perkembangan teknologi. Kekuatan bambu juga dibentuk ketika saling menyatu, mencerminkan semangat solidaritas dan kolaborasi yang sangat dibutuhkan dunia saat ini.
Dalam hal ini, Kubah Bambu didesain oleh Arsitek Rubi Roesli, dikerjakan oleh pengrajin bambu dari Gianyar Bali di bawah pimpinan Raka, serta dibantu oleh ahli konstruksi bambu dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Ashar Saputra.
"Dikerjakan dalam waktu dua bulan di Gianyar dan tiga pekan di lokasi, Kubah bambu ini menjadi salah satu ikon yang akan dikenang para undangan G20," ujarnya.