Erick Thohir Bidik Investasi ke BUMN Capai Rp 127 Triliun Tahun Ini
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, menargetkan perolehan investasi senilai Rp 127 triliun di luar pendanaan melalui pasar modal. Untuk memenuhi target tersebut, Erick akan bekerja sama dengan sektor swasta.
Kementerian BUMN sebelumnya menargetkan potensi investasi Rp 127 triliun tersebut akan dikontribusi dari berbagai sektor industri strategis, antara lain sektor energi dan migas sebesar Rp 33,8 triliun, pariwisata dan pendukungnya senilai Rp 21,5 triliun.
Kemudian, sektor jasa logistik Rp 20,1 triliun, sektor infrastrukur senilai Rp 20 triliun. Lainnya dari sektor mineral dan batu bara Rp 14,4 triilun, jasa keuangan Rp 9 triliun, kesehatan Rp 4 triliun dan sektor lainnya Rp 4,5 triliun.
Menurut Erick, investasi itu sehaluan dengan target investasi yang sebelumnya ditetapkan Presiden Jokowi di tahun ini yang sebesar Rp 1.400 triliun.
"Tentu kita juga mendorong dukung investasi ini, tapi bukan dari bursa. Bursa lain lagi," kata Erick saat ditemui wartawan di acara Mandiri Investment Forum, Jakarta, Rabu (1/2).
Guna mencapai target tersebut, Erick juga telah berkoordinasi dengan kementerian lainnya.
Dia menyebut, dukungan investasi berasal dari aksi korporasi dan lainnya dan mendorong Usaha Mikro Kecil Menengah atau UMKM. Selain itu BUMN juga mendorong program-progran buku biru investment BUMN secara transparan.
Erick menyebut, investasi akan difokuskan untuk hilirisasi bahan mentah mineral dan investasi di sektor ketahanan pangan. Bahkan dirinya mengaku telah memiliki kesepakatan antara BUMN dan swasta.
Dia bercerita, saat mengunjungi Qatar beberapa waktu yang lalu sudah tanda tangan kerja sama. Misalnya seperti kesepakatan kerja sama dengan Baladna, sebuah perusahaan agrikultural.
"Itu dulu inget gak, ketika ada gonjang -ganjing di Timur Tengah Qatar kan agak dikucilkan. Mereka harus mencari susu ke sana-sini bahkan mereka impor berapa ribu sapi. Ini kita dorong," katanya.
Erick menyebut, hampir 80% susu di Indonesia merupakan impor, sehingga stunting di Tanah Air terbilang cukup tinggi karena tiga hal. Pertama, pola makan, pola kehidupan baik ibu dan anaknya. Kedua, pasokan makan yang disebut mahal karena impor.
"Ketiga, ini yang harus kami intervensi. Salah satunya bagaimana kami kerjasama untuk melihat bisnis sapi. Apakah daging atau susu," katanya.
Selain itu, Erick juga menyebut, dalam kunjungannya ke Belanda, Frisian Flag berkenginan untuk berinvestasi 8.000-12.000 sapi di Indonesia.