Proyek Meikarta di Tengah Tumpukan Utang dan Aksi Jual Aset Grup Lippo
Megaproyek Meikarta yang berlokasi di Cikarang Selatan, Bekasi, tak berjalan sesuai rencana Grup Lippo. Meski begitu, pengembang Meikarta, PT Mahkota Sentosa Utama, menargetkan merampungkan 18.000 unit apartemen Meikarta secara bertahap hingga 2027.
Mahkota Sentosa Utama atau MSU merupakan anak usaha PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK) dengan kepemilikan saham 49,72%. Adapun LPCK ini merupakan anak usaha dari PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR).
Rencana Grup Lippo mengejar pembangunan megaproyek tersebut membuat mereka mengocek dana jumbo perusahaan. Presiden Direktur Lippo Cikarang Ketut Budi Wijaya mengatakan untuk mengejar pembangunan 18.000 unit hingga 2027 diperlukan dana sekitar Rp 3 triliun. "Secara keseluruhan sebetulnya kurang lebih diperlukan sekitar Rp 3 triliun," ujar Ketut kepada wartawan, Februari lalu.
Dana tersebut di luar investasi Grup Lippo senilai Rp 4,5 triliun setelah ditinggalkan konsorsium asing. Konsorsium sembilan perusahaan asing yang berasal dari Cina, Hong Kong dan Singapura mundur dan membatalkan rencana menyuntikkan dana sekitar US$ 300 juta atau seekitar Rp 4,5 triliun untuk proyek Meikarta.
Kesembilan perusahaan tersebut yakni USA Dunham Bush Refrigeration Equipment Inc. Union Space, Rework, Shanghai Infin Technology, Eshang Rosewood ESR Logistc, Nagase Indonesia, Micro Focus ACSC & CLFP International Logistic dan Seafirst Technologis.
"Mereka datang dari broker, kemudian menawarkan untuk membangun suatu kota dengan cepat. Perkembangan LPCK saat itu, kami membutuhkan bantuan untuk mengembangkan," kata Ketut dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di DPR, beberapa waktu lalu.
Ketut mengatakan, konsorsium bubar setelah hakim memutuskan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap MSU. Putusan hakim ini mengabulkan proposal perdamaian MSU yang mendapat gugatan pailit dari kreditor.
Grup Lippo tidak lagi menjadi pemegang saham mayoritas MSU, setelah melepas 50,28% saham kepada perusahaan asing, yakni Hasdeen Holdings Ltd yang berbasis di Singapura pada Mei 2018. Setelah transaksi ini, laporan keuangan MSU tidak dikonsolidasikan lagi dalam laporan keuangan LPCK. Namun, proyek Meikarta tetap berada dalam naungan Grup Lippo.
Tambahan suntikan modal untuk Meikarta ini di tengah tumpukan utang Grup Lippo. Berdasarkan laporan keuangan Lippo Karawaci per kuartal ketiga 2022, perusahaan memiliki liabilitas senilai Rp 30,65 triliun atau naik dari periode tahun sebelumnya senilai Rp 29,54 triliun. Rinciannya, terdiri dari jumlah liabilitas jangka panjang Rp 22,02 triliun dan liabilitas jangka pendek Rp 8,62 triliun.
Baru-baru ini, Lippo Karawaci baru saja meraih fasilitas pinjaman sindikasi sebesar Rp 6 triliun dari PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dan PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) pada 6 Februari 2023. Keduanya bertindak sebagai mandated lead arrangers and bookrunners.
Dana tersebut untuk refinancing atau pembayaran kembali atas sebagian utang perusahaan, yakni surat utang senior (senior notes) 2025 dan 2026 dengan toral US$ 845 juta atau sekitar Rp 12,9 triliun (asumsi kurs Rp 15.270 per dolar AS). Surat utang 2025 diterbitkan oleh Theta Capital Pte Ltd senilai US$ 420 juta dengan bunga 8,125%. Sedangkan surat utang yang jatuh tempo pada 2026 juga dirilis oleh Theta Capital Pte Ltd senilai US$ 425 juta dengan kupon 6,75%.
Setelah BNI dan Bank CIMB mencairkan pinjaman, Lippo Karawaci melalui anak usahanya, Theta Capital, melakukan penawaran pembelian atau tender offer atas obligasi global senior tersebut. Corporate Secretary LPKR Ratih Safitri mengatakan jumlah pokok obligasi yang beredar untuk senior notes jatuh tempo 2025 adalah sebesar US$ 274,13 juta atau sekitar Rp 4,11 triliun. Sedangkan untuk obligasi senior 2026 sebesar US$ 308,56 juta atau sekitar Rp 4,62 triliun.
“Penawaran untuk membeli dijadwalkan akan selesai pada tanggal 16 Maret 2023 (kecuali diperpanjang atau diselesaikan lebih awal),” ujar Ratih melalui keterbukaan informasi, Senin (6/3).
Grup Lippo Terus Menjual Aset
Besarnya beban likuiditas membuat Grup Lippo terus melakukan strategi menjual aset. Tren ini dilakukan sekitar 2018. Perusahaan menjual aset seperti gedung, mal, tanah, hingga aset rumah sakit di luar negeri.
Pada Oktober 2018, Grup Lippo menjual saham Bowsprit Capital Corporation Limited, dan aksi kedua menjual unit First Real Estate Investment Trust (First REIT) Bridwater International Limited.
Dari kedua aksi korporasi ini, perusahaan mengantongi dana senilai SG$ 99 juta atau sekitar Rp 1,07 triliun (asumsi kurs Rp 10.880/SG$). Penjualan saham itu dilakukan kepada OUE Limited (OUE) sebesar 60% dan OUE Lippo Healthcare Limited (OUELH) dengan jumlah divestasi 40%.
Perusahaan mengalihkan sebanyak 83,59 juta unit REIT tersebut kepada OLH Healthcare Investment Pte. Ltd dengan nilai transaksi SG$ 103 juta (Rp 1,12 triliun).
REIT merupakan Real Estate Investment Trust atau di Indonesia dikenal dengan Dana Investasi Real Estat (DIRE), sederhananya ialah reksa dana yang unit penyertaannya aset properti. Unit REIT milik Lippo diperjualbelikan di Singapore Stock Exchange (SGX) dengan harga unit fluktuatif mengukuti mekanisme pasar.
Penjualan aset juga dilakukan LPKR setahun setelahnya. Lippo Karawaci menandatangani perjanjanjian pengikatan pembelian saham atau conditional share purchase agreement (PPPS) untuk menjual kepemilikan anak usaha tidak langsungnya, PT Waluya Graha Loka, yang mengelola aset rumah sakit di Myanmar.
Dari penjualan ini, LPKR diproyeksikan bakal memperoleh dana senilai US$ 19,50 juta atau sekitar Rp 274,95 miliar (asumsi kurs Rp 14.100 /dolar AS).
Kemudian, pada 2020 LPKR juga kembali menjual aset dua mal miliknya dengan nilai transaksi Rp 1,2 triliun. Lippo Karawaci, melalui anak usaha Lippo Malls Indonesia Trust Management Ltd melepas kepemilikannya terhadap dua mal Pejaten Village dan Binjai Supermall dengan total nilai Rp1,280 triliun atau setara 124.3 juta dolar Singapura.
"Kami menjual kepemilikan surat berharga realestat (real estate investment trust/ REIT) kepada NWP Retail perusahaan patungan Warburg Pincus dengan PT City Retail Developments," kata James Liew, Chief Executive Officer Manager REIT Lippo Karawaci di Jakarta, seperti dikutip dari Antara.
James mengatakan, divestasi ini memberikan fleksibilitas dalam hal likuiditas untuk berinvestasi pada aset-aset baru, mengembalikan uang kas kepada para pemegang saham, atau menjajaki peluang investasi lainnya.
"Ke depan, kami akan terus mengoptimalkan portofolio kami untuk mengoptimalkan nilai pemegang saham. Transaksi ini menunjukkan kualitas portofolio kami serta memperkuat valuasi harga unit kami," kata dia.
Terbaru, pada Desember 2022, anak usaha LPKR, PT Sentra Sarana Karya (SSK) menjual tanah di Panambungan, Kecamatan Mariso, Makassar seluas 8.037 meter persegi kepada PT Siloam Hospitals Tbk (SILO).
Terkait penjualan aset tersebut Katadata.co.id mengonfirmasi kepada Head of Corporate Communication LPKR, Nuke Prabandari. Namun, hingga berita ini ditulis, Nuke belum menyampaikan tanggapannya. Upaya konfirmasi juga ditujukan kepada CEO LPKR, John Riady, tapi belum berbalas.
Bagaimana Prospek Saham Grup Lippo?
Research & Consulting Manager Infovesta Utama Nicodimus Kristiantoro mengatakan, saat ini pergerakan harga LPCK dan LPKR cenderung mengalami downtrend. Fase menurun dipengaruhi persepsi investor yang menilai risiko perusahaan meningkat karena kasus Meikarta yang masih menjerat Lippo Group.
Di luar itu, laporan keuangan terakhir pada kuartal tiga 2022 juga kurang memuaskan. LPKR mencatat rugi bersih dan LPCK mencatat penurunan laba bersih secara year on year.
“Untuk proyeksi LPKR laporan keuangan sepanjang 2022 diprediksi mencatat penurunan revenue 13% year on year dan masih mencatat kerugian bersih,” katanya kepada Katadata.
Nicodimus mengatakan, persaingan di bidang properti kini semakin ketat. Dulu Lippo Group merupakan pemain besar, tapi sekarang muncul pesaingnya yang menawarkan banyak inovasi dan diversifikasi bisnis yang beragam.
Saham-saham properti Lippo masih bisa berpotensi naik, kata Nicodimus, asalkan masalah Meikarta bisa cepat diselesaikan dan tren kenaikan suku bunga berhenti.
Analis Henan Putihrai Jono Syafei juga menilai kinerja keuangan emiten properti Grup Lippo kurang menarik. Penyebabnya, kinerjanya tidak seunggul emiten properti lain. Di samping itu, Meikarta baru-baru ini memberikan sentimen negatif kepada saham grup.
“Kalau melihat kinerja kuartal tiga LPCK memang kemungkinan bisa lebih rendah dari tahun sebelumnya. Sedangkan LPKR masih terbantu dari kinerja SILO (PT Siloam International Tbk),” kata Jono.