Kimia Farma Kembangkan Bahan Bahan Baku Obat dengan Sinopharm
Emiten farmasi BUMN, PT Kimia Farma Tbk (KAEF) mempercepat pengembangan bahan baku obat di dalam negeri dengan bekerja sama dengan perusahaan farmasi asal Cina, Sinopharm International.
Sebagaimana diketahui, saat ini industri farmasi di dalam negeri masih bergantung pada bahan baku yang berasal dari luar negeri. Data Kementerian Kesehatan menyebutkan, Indonesia mengimpor sekitar 90% bahan baku obat.
Direktur Utama Kimia Farma, David Utama mengatakan, kesepakatan ini merupakan kelanjutan dari kolaborasi antara Kimia Farma dengan Sinopharm sejak penanganan Covid-19.
Kimia Farma, kata David mendukung ketahanan kesehatan nasional dengan penguatan dan percepatan Bahan Baku Obat (BBO). Selain itu, kesepakatan ini juga merupakan bentuk hubungan bilateral kedua negara untuk meningkatkan dan mendorong transformasi industri kesehatan.
"Saat ini Kimia Farma telah memproduksi 14 bahan baku obat dan kita akan terus tingkatkan,” ujar David Utama, Direktur Utama KAEF, dalam keterangan resminya, Kamis (13/4).
"Kami akan menindalanjuti nota kesepahaman ini untuk mendukung program pemerintah di bidang kesehatan dan meningkatkan kesehatan masyarakat Indonesia."
Sinopharm merupakan salah satu dari tiga besar raksasa farmasi di Asia Pasifik. Pada 2021, Sinopharm membukukan pendapatan 453,82 miliar yuan atau setara US$ 70,2 miliar.
Adapun, Kimia Farma KAEF mengantongi penjualan sebesar Rp9,60 triliun, turun 25,28% dibandingkan dengan 2021 sebesar Rp12,85 triliun.
Penjualan di dalam negeri tercatat turun 25,15% secara tahunan atau year-on-year (YoY) menjadi Rp 9,47 triliun, sedangkan penjualan ekspor turun 33,46% YoY dari Rp200,35 miliar menjadi Rp133,30 miliar.
Meski demikian, sepanjang tahun 2022, KAEF telah menurunkan beban usaha sebesar 5,41% atau Rp189 miliar dibandingkan tahun 2021. Efisiensi beban usaha dilakukan dari sisi efisiensi beban operasional, yaitu optimalisasi biaya distribusi untuk seluruh produk.
Di samping itu, KAEF mengupayakan penurunan beban keuangan sebesar 14,21% dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan ini ditopang dengan dukungan perbankan melalui penurunan suku bunga dan kredit investasi serta refinancing.
KAEF tercatat membukukan nilai kas dan setara kas naik menjadi Rp 2,15 triliun dari tahun 2021 senilai Rp 748 miliar.