Bos Defend ID ungkap BUMN Pernah Sikut-Sikutan Kejar Proyek Alutsista
Direktur Utama PT Len Industri atau Defend ID Bobby Rasyidin menjelaskan dampak positif pembentukan holding industri pertahanan. Ia mengatakan saat ini lima perusahaan yang berada di dalam Defend ID tak lagi sikut-sikutan proyek.
Bobby mengungkapkan, sebelum merger lima perusahaan BUMN saling sikut untuk mengerjakan proyek Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista). Adapun lima perusahaan sebelum disatukan menjadi Defend ID yaitu PT Pindad, PT Dirgantara Indonesia atau PTDI, PT PAL Indonesia, dan PT Dahana.
"Sebelum pembentukan holding, silo-silo terjadi. Misalnya PT Pindad dan PT Len yang pernah rebutan proyek," katanya dalam acara Ngopi BUMN, Selasa (10/10). Silo adalah istilah bisnis untuk menolak berbagi informasi atau sebagai sikap bekerja secara individu.
Bobby juga mengatakan pembentukan holding memberikan dampak lain. Keberadaan holding membantu serapan anggaran pertahanan naik 40% dibandingkan sebelumnya di bawah 20%.
"Akhir tahun diharapkan menyerap 50% dan akhir tahun depan diperkirakan bisa 60%," katanya.
Selain itu, Bobby juga mengatakan jika saat ini Defend ID banyak membuat karya-karya industri dalam negeri dan teknologi untuk Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Bobby menjelaskan capaian Holding Defend ID pada 2022 yaitu menajdi top 86 industri pertahanan global. Lalu pendapatan ekspornya Rp 727 miliar naik 20,2% pada 2022 secara tahunan. Selanjutnya pendapatan MRO atau Maintenance, Repair, dan Operation hingga Rp 1,39 triliun.
Defend ID resmi diluncurkan Presiden Joko Widodo pada April 2021 lalu. Dalam penggabungan, LEN menjadi induk atau holding industri pertahanan ini.
“Kemandirian industri pertahanan harus kita wujudkan bersama-sama, tidak bisa sendiri-sendiri, tidak bisa parsial," kata Jokowi di Surabaya pada 20 April 2021 silam.