Prajogo Pangestu Masuk 30 Terkaya Dunia, Kekayaan Tembus Rp700 T
Konglomerat asal Indonesia, Prajogo Pangestu, kembali masuk dalam jajaran 30 orang terkaya di dunia. Berdasarkan Forbes Real Time Billionaire pada Jumat (12/4), nilai kekayaan bersihnya tercatat US$ 48,2 miliar atau setara dengan Rp 772,96 triliun (asumsi kurs Rp 16,036 per dolar AS).
Prajogo menempati posisi ke-26 sebagai orang terkaya di dunia. Posisinya naik 10 peringkat dibandingkan Februari 2024. Meski, merosot dibandingkan Januari 2024, saat berada di posisi nomor 24 dengan kekayaan ketika itu mencapai Rp 859,71 triliun.
Adapun deret 15 orang terkaya dunia Forbes Real Time Billionaire pada hari ini sebagai berikut:
1. Bernard Arnault (US$ 214,4 miliar)
2. Jeff Bezos (US$ 206,5 miliar)
3. Elon Musk (US$ 194,7 miliar).
4. Mark Zuckerberg (US$ 183,3 miliar)
5. Larry Ellison (US$ 152,6 miliar)
6. Warren Buffett (US$ 134,7 miliar)
7. Larry Page (US$ 132,6 miliar)
8. Bill Gates (US$ 131,1 miliar)
9. Sergey Brin (US$ 127,3 miliar)
10. Steve Ballmer (US$ 126,2 miliar)
11. Mukesh Ambani (US$ 116,9 miliar)
12. Amancio Ortega (US$ 107 miliar)
13. Michael Bloomberg (US$ 106,2 miliar)
14. Carlos Slim Helu (US$ 101,4 miliar)
15. Michael Dell (US$ 95,4 miliar)
Profil Prajogo Pangestu
Pria bernama asli Phang Djoem Phen ini lahir di Kalimantan Barat pada 13 Mei 1944. Dirinya tumbuh di keluarga yang kurang mampu, bahkan hanya mengenyam pendidikan sampai tingkat menengah pertama atau SMP. Prajogo datang ke Jakarta untuk mengadu nasib, namun dirinya tidak kunjung mendapatkan pekerjaan.
Meski demikian, dirinya tidak putus asa dan memutuskan kembali ke Kalimantan untuk bekerja menjadi sopir angkutan umum. Selama melakoni pekerjaannya menjadi supir, Prajogo bersosialisasi dengan Bong Sun On yaitu pengusaha kayu dari Malaysia pada 1960. Dia ditarik untuk bergabung bersama Bong Sun On di PT Djajanti Group dan selama tujuh tahun mengabdi, dirinya naik jabatan menjadi general manager Pabrik Plywood Nusantara di Gresik.
Seiring berjalannya waktu, Prajogo Pangestu keluar dari pekerjaannya dan memulai bisnis perkayuan pada akhir 1970-an. Perusahaannya Barito Pacific Timber mencatatkan saham di Bursa Efek Indonesia pada tahun 1993. Namun perusahaan berganti nama menjadi PT Barito Pacific Tbk (BRPT) atau setelah mengurangi bisnis perkayuannya pada tahun 2007. Pada tahun 2007 Barito Pacific mengakuisisi 70% perusahaan petrokimia Chandra Asri, yang juga diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia.
Pada tahun 2011 Chandra Asri bergabung dengan Tri Polyta Indonesia dan menjadi produsen petrokimia terintegrasi terbesar di Indonesia. Thaioil mengakuisisi 15% saham Chandra Asri pada Juli 2021. Adapun, Barito Group kini dijalankan generasi anaknya yaitu Agus Salim Pangestu. Pada Maret 2022, kantor keluarga Pangestu mengambil alih produsen energi panas Star Energy, dengan mengakuisisi 33% saham dari BCPG Thailand seharga US$ 440 juta.
Tak hanya itu, pundi-pundi kekayaannya makin bertambah usai perusahaannya PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) dan PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN) mencatatkan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun ini.
Sebagaimana diketahui, BREN melantai di BEI pada 9 Oktober 2023 dengan melepas 4,01 miliar saham ke publik atau setara 3% dari jumlah saham beredar. Dengan harga penawaran umum Rp 780 per unit, melalui aksi korporasi itu, Barito Renewables Energy meraih dana segar Rp 3,13 triliun.
Selain itu, CUAN melantai di BEI pada 8 Maret 2023 dengan melepas 1,69 miliar saham baru atau mewakili 15,03% di Rp 220 per saham. Dana yang diraih perseroan dari aksinya ini meraup dana segar Rp 371,8 miliar.
Pada perdagangan Senin (13/11) pukul 09.00, nilai kapitalisasi pasar BREN bahkan mencapai Rp 689 triliun, sementara nilai kapitalisasi pasar CUAN mencapai Rp 78,69 triliun.
Akan tetapi, perdagangan saham CUAN dan BREN telah diberhentikan sementara di pasar reguler dan pasar tunai mulai sesi I perdagangan tanggal 10 November 2023. Namun, kapitalisasi pasar BREN telah mengalahkan PT Bayan Resources Tbk (BYAN) senilai Rp 628,33 triliun.
Sebelumnya, BEI menjelaskan bahwa suspensi terhadap saham CUAN dan BREN disebabkan karena terjadi peningkatan harga kumulatif yang signifikan.