Dividen Dibawa ke Luar Negeri Rp 24,6 T, Defisit Kuartal II Kian Besar
Bank Indonesia (BI) kembali mencatatkan peningkatan defisit transaksi berjalan (CAD) pada kuartal II 2019. Angkanya mencapai US$ 8,4 miliar dan kembali menembus 3% terhadap PDB, seperti periode yang sama tahun lalu.
Berdasarkan data yang dipublikasikan BI pada Jumat (9/8), meningkatnya defisit transaksi berjalan terutama dipengaruhi oleh perilaku musiman terkait repatriasi dividen.
BI menjelaskan defisit pada neraca pendapatan primer yang menjadi komponen neraca transaksi berjalan meningkat pada kuartal II 2019 dari US$ 8,1 miliar menjadi US$ 8,7 miliar.
Meningkatnya defisit neraca pendapatan primer terutama dipengaruhi oleh tingkat pembayaran dividen terkait investasi portofolio asing yang mencapai US$ 1,7 miliar atau sekitar Rp 24,6 triliun. Pembayaran dividen tersebut lebih tinggi dari kuartal sebelumnya sebesar US$ 0,4 miliar, tetapi lebih rendah dibanding kuartal sebelumnya.
(Baca: Defisit Transaksi Berjalan Kuartal II Tembus 3% PDB Akibat Tiga Faktor)
Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BCA) David Sumual menjelaskan membengkaknya defisit transaksi berjalan yang menembus 3% terhadap PDB sebenarnya bukan faktor baru. Repatriasi dividen misalnya, menjadi faktor musiman yang membuat defisit transaksi berjalan membengkak.
"Penyebab defisit transaksi berjalan sebenarnya sudah diidentifikasi sejak lama dan disusun berbagai kebijakan tapi implementasinya nihil," ujar David kepada katadata.co.id, Jumat (9/8).
Menurut David, permasalahan repatriasi dividen sebenarnya dapat diatasi dengan memberikan kemudahan dalam berinvestasi di dalam negeri. Dengan demikian, alih-alih memulangkan keuntungannya ke negara asal atau memindahkan ke negara lain, investor kembali menanamkan dananya di Indonesia.
"Dalam jangka pendek sebenarnya bisa disiapkan insentif pajak. Tapi itu bukan solusi, kemudahan investasi lagi-lagi sebenarnya yang bisa membantu," ungkap David.
(Baca: Dana Asing Masuk Obligasi, Neraca Pembayaran Kuartal II Masih Defisit)
Ia menekankan perbaikan defisit transaksi berjalan tak bisa dilakukan dalam jangka pendek. Pasalnya, defisit tersebut disebabkan oleh permasalahan struktur perekonomian yang masih bertumpu pada ekspor komoditas.
"Bahan baku produksi dalam negeri juga sebagian besar impor. Karena itu, investasi harus diarahkan untuk membangun industri bahan baku dan pendorong ekspor," terang dia.
Selain repatriasi dividen, BI menyebut membengkaknya defisit transaksi berjalan pada kuartal II 2019 juga disebabkan oleh pembayaran bunga utang luar negeri dan memburuknya neraca perdagangan.
Pada kuartal II 2019, pembayaran bunga pinjaman luar negeri pemerintah dan swasta meningkat sebesar 24,8%. Sementara itu, neraca perdagangan memburuk lantaran ekspor nonmigas turun dari kuartal I 2019 sebesar US$38,2 miliar menjadi US$ 37,2 miliar dan defisit migas meningkat dari US$ 2,2 miliar menjadi US$ 3,2 miliar.