Chatib Basri Nilai Pengetatan Moneter Negara Maju Tekan Investasi 2018
Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan perlambatan pertumbuhan investasi asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI) pada 2018 di antaranya karena pengetatan atau normalisasi moneter di negara maju. Ini membuat daya tarik investasi di negara maju meningkat.
Menurut dia, sejumlah investor kemungkinan menurunkan alokasi investasinya di dalam negeri imbas pengetatan moneter tersebut. "Ini (investasi asing) pasti growth-nya melambat," kata Chatib usai Mandiri Investment Forum di Jakarta, Rabu (30/1).
Pengetatan moneter di negara maju di antaranya tercermin dari kenaikan agresif bunga acuan AS pada tahun lalu. Selain imbas pengetatan moneter, perlambatan pertumbuhan investasi dipengaruhi faktor turunnya harga komoditas. Alhasil, investor terkait diduga melakukan penundaan investasi.
(Baca: Jelang Pilpres, Investor Khawatirkan Ekonomi Global Daripada Politik)
Di sisi lain, dampak pelonggaran maupun penambahan insentif perpajakan -- tax allowance dan tax holiday – terhadap investasi tidak bisa segera terlihat alias berjangka panjang.
Untuk mendukung investasi ke depan, ia menilai perlunya perbaikan layanan perizinan usaha elektronik Online Single Submission (OSS). Selain itu, perbaikan kualitas sumber daya manusia untuk memenuhi kebutuhan dunia usaha.
Adapun ke depan, ia berharap investasi akan meningkat lantaran bank sentral AS kemungkinan tidak akan agresif menaikkan bunga acuannya. Dengan demikian, investasi asing semestinya akan mengalir masuk ke Indonesia.
(Baca: Investasi Terbesar 2018 Mengalir ke Sektor Listrik, Gas, dan Air)
Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi pada 2018 hanya mencapai Rp 721,3 triliun atau 94,3% dari target yang sebesar Rp 765 triliun. Penyebabnya, realisasi investasi asing yang di bawah ekspektasi.
Penanaman Modal Asing (PMA) yang masuk hanya sebesar Rp 392,7 triliun atau hanya 82,3% dari target yang Rp 477,4 triliun. Sedangkan penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar Rp 328,6 triliun, melampaui target yang sebesar Rp 287,6 triliun.
Kepala BKPM Thomas Trikasih Lembong memperkirakan ada dua faktor yang menyebabkan realisasi investasi tak mencapai sasaran. Pertama, perang dagang Tiongkok dengan AS. Kedua, investor yang cenderung menahan diri menjelang pemilihan umum (Pemilu).
(Baca: Investasi 2018 Tak Capai Target Imbas Perang Dagang dan Pemilu)
Ia mengatakan dampak perang dagang besar. Bahkan, menurut data United Nations Conference on Trade and Development, PMA secara global turun sebesar 20%. “Tahun lalu sangat sulit untuk internasional,” katanya.