Jokowi Minta Bantuan Konglomerat, BI: Total Devisa Ekspor Sudah 90%

Rizky Alika
27 Juli 2018, 17:37
Bank Indonesia
Arief Kamaludin | Katadata

Kebutuhan devisa makin penting di tengah permintaan dolar Amerika Serikat yang terus meningkat. Posisi valuta asing (valas), terutama dolar Amerika, yang minim berpotensi memperlemah kurs rupiah terhadap mata uang Negeri Paman Sam itu. Karenanya, Presiden Joko Widodo sempat meminta para konglomerat untuk membawa devisa hasil ekspornya ke Tanah Air.

Sebenarnya, bila menilik data Bank Indonesia (BI) akan terlihat bahwa total devisa hasil ekspor yang masuk ke dalam negeri sudah mencapai 90 persen dari total ekspor. Bank sentral memperoleh data tersebut setelah mencocokkan antara dokumen pengapalan dan dokumen yang masuk ke bank. 

Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan devisa tersebut ada yang dikonversikan menjadi rupiah. “Value yang dikonversi 15-25  % menjadi rupiah,” kata Mirza di kantornya, Jakarta, Jumat (27/7).  (Baca juga: Untuk Dongkrak Devisa, Tarif Tinggi Akan Ganti Pajak Mewah Kapal Yacht).

Walau sebagaian besar telah diubah ke rupiah, BI tidak mewajibkan konversi devisa ini. Setelah uang asing masuk ke dalam negeri, duit tersebut  boleh digunakan untuk apa saja. Sebagai contoh untuk membayar impor, utang luar negeri, bayar pegawai, atau modal kebutuhan kerja. 

Kemarin, Presiden Jokowi mengumpulkan sejumlah konglomerat dan pengusaha besar nasional dan meminta mereka untuk membawa devisa hasil ekspornya ke dalam negeri. Tujuannya agar devisa itu membantu penguatan nilai tukar rupiah, memperkecil defisit transaksi berjalan, dan menjaga ketahanan ekonomi domestik.

(Baca: Kumpulkan 40 Konglomerat, Jokowi Minta Devisa Ekspor Dibawa ke RI).

Permintaan tersebut disampaikan Jokowi saat bertemu dengan sekitar 40 konglomerat di Istana Bogor. Mereka memiliki usaha dari berbagai sektor yang berinvestasi besar dan orientasi ekspor. Di antaranya, tampak hadir dalam pertemuan selama 2,5 jam itu pemilik Grup Djarum R. Budi Hartono, bos Grup Indofood Anthoni Salim, pemilik Rajawali Group Peter Sondakh, dan bos Wings Group William Katuari.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan langkah ini merupakan upaya antisipasi dalam menghadapi dinamika global. Dengan masuknya devisa hasil ekspor, penawaran dan permintaan valas bisa terjaga. “Ketersediaan valas cukup dan menjaga stabilitas rupiah,” kata Sri di kantornya, Jakarta.

Pemerintah akan terus memonitor jumlah konversi rupiah dan devisa yang masuk. Selain itu, ada upaya lain dalam meningkatkan valas. Misalnya, mendorong potensi ekspor di Indonesia, meningkatakan bauran biodiesel dengan kadar bahan bakar nabati 20 persen atau B20 untuk menekan impor minyak, dan menggairahkan pariwisata.

(Baca pula: Penerapan Biodiesel B20 Dapat Hemat Devisa Rp 79,2 Triliun Setahun).

Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani dan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Rosan Perkasa Roeslani, mengutip Presiden Joko Widodo, menyatakan bahwa ada 15 persen selisih devisa yang seharusnya dikembalikan. Selisih itu bukan disembunyikan pengusaha di luar negeri, namun rata-rata untuk modal kerja serta pembayaran utang luar negeri. 

Mengacu pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/25/PBI/2012, seluruh devisa hasil ekspor wajib diterima melalui bank devisa yang melakukan kegiatan usaha dalam valas. Penerimaan devisa wajib dilakukan paling lambat akhir bulan ketiga setelah bulan pendaftaran Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...