Chatib Basri: Kontrol Harga BBM dan Risiko Utang BUMN Menekan Rupiah
Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri menilai pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) saat ini merupakan kejadian normal selama tidak ada kepanikan di dalam negeri. Namun, ia mengingatkan beberapa isu domestik bisa membuat tekanan rupiah kian kuat, di antaranya kebijakan pemerintah mengontrol harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi.
“Bila dikombinasikan dengan berbagai policy yang bisa membuat investor khawatir, seperti price control, risiko over leverage BUMN, contingent liabilities, pressure terhadap rupiah akan makin kuat,” kata Chatib seperti dikutip dari akun Twitter pribadinya, Selasa (24/4).
Adapun pelemahan nilai tukar rupiah dan mayoritas mata uang dunia terhadap dolar AS terjadi imbas menguatnya sentimen terhadap dolar AS. Hal itu seiring kemungkinan bank sentral AS mempercepat kenaikan bunga dananya alias Fed Fund Rate menyusul perkembangan dan prospek ekonomi di negara tersebut. (Baca juga: Gubernur BI Jelaskan 3 Faktor Dalam Negeri Penyebab Rupiah Melemah)
Dalam kondisi saat ini, Chatib menekankan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) harus dijaga. Bila defisitnya terus meningkat dan bank sentral AS mempercepat kenaikan bunga, maka kebijakan yang mendahulukan stabilitas ekonomi dibandingkan mendorong pertumbuhan ekonomi (stability over growth) menjadi penting. “Implikasinya tidak bisa berharap ekspansi moneter,” kata dia.
Adapun kebijakan moneter berupa penurunan bunga acuan Bank Indonesia (BI) sebanyak delapan kali mulai 2016 dinilai tidak banyak mendorong pertumbuhan kredit. Jumlah kredit yang belum dicairkan atau kredit menganggur (undisbursed loan ) juga masih tinggi. "Ini menunjukkan soal kita adalah permintaan yang lemah dan confidence. Karena itu role dari fiscal menjadi penting,” ujarnya.
Di sisi lain, ia menjelaskan, Komodo bond (surat utang negara global dalam rupiah) yang terlalu agresif juga dapat membuat rupiah rentan. “Investors-nya mungkin baik, namun dengan rupiah yang melemah, return (keuntungan) mereka menjadi turun, dan bukan tidak mungkin akan hit NDF, yang pada gilirannya menekan rupiah,” kata dia.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tercatat melemah mulai Jumat (20/4). Gubernur BI Agus Martowardojo menyatakan pelemahan imbas kondisi eksternal yaitu penguatan tajam dolar AS imbas kenaikan imbal hasil obligasi AS dan ekspektasi kenaikan bunga dana AS lebih dari tiga kali tahun ini.
Namun, ia menekankan depresiasi nilai tukar rupiah bukan yang terparah di antara negara berkembang dan menyatakan BI bakal terus menjaga rupiah sesuai fundamentalnya. Adapun pada perdagangan di pasar spot, Selasa (24/4), rupiah ditutup menguat 0,62% ke level 13.889 per dolar AS. Rupiah tercatat menguat paling besar di antara mata uang Asia yang sebagian masih melemah dan sebagian lainnya menguat tipis antara 0,1-0,3%.