Ekspor Rendah, Kenaikan Rasio Utang Dikhawatirkan

Aria W. Yudhistira
29 Juli 2015, 10:10
Investasi KATADATA | Arief Kamaludin
Investasi KATADATA | Arief Kamaludin
Pemerintah diminta untuk memperhatikan kenaikan rasio pembayaran utang luar negeri yang terus meningkat.

KATADATA ? Pemerintah perlu mengendalikan tingkat utang luar negeri yang terus meningkat. Pada kuartal I-2015, rasio pembayaran utang terhadap penerimaan ekspor atau debt to service ratio (DSR) sudah mencapai 56,1 persen. Sementara kinerja ekspor pada saat ini cenderung berkurang lantaran adanya perlambatan ekonomi dunia.

Hal itu diingatkan Hendri Saparini, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), dalam sebuah diskusi di Jakarta, kemarin. Menurutnya, meski ada prospek perbaikan ekonomi global, kinerja ekspor belum tentu bisa langsung membaik.

?Prospek bayar utang yang mengkhawatirkan karena 70 persen penerimaan ekspor berasal dari komoditas primer. Beban pembayaran utang yang tinggi akan menggerus cadangan devisa,? kata dia.

Lembaga pemeringkat Standard & Poor?s memang telah menaikkan outlook peringkat utang Indonesia ke dalam kategori ?layak investasi? pada Mei lalu, tapi itu tidak serta merta mendorong investasi. Persoalannya, kata Hendri, investtor asing masih mengkhawatirkan kondisi perekonomian dunia.

Kekhawatiran ini yang membuat imbal hasil atau yield yang ditawarkan atas surat utang negara (SUN) menjadi tinggi. Makanya, pasar tertarik untuk membeli SUN yang bahkan mengalami kelebihan permintaan (oversubscribes). Namun, yield yang tinggi ini juga akan menambah beban utang pemerintah.

?Kalau yield yang ditawarkan tinggi, maka biaya APBN mahal. Ini akan jadi benchmark bagi swasta,? tutur dia.

Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), hingga April 2015 total utang luar negeri Indonesia mencapai US$ 299,8 miliar. Komposisi terbesar berasal dari utang swasta yang mencapai 56 persen atau US$ 167 miliar, sedangkan utang pemerintah dan BI sebesar  US$ 132,9 miliar.

Dilihat dari penggunaannya, utang luar negeri terbesar dipakai di sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan yang mencapai  US$ 140,3 miliar atau 47 persen dari total utang. Kemudian sektor industri pengolahan sebesar US$ 34,1 miliar atau 11 persen dari total utang.

Sementara dilihat dari jangka waktu pembayaran, mayoritas utang merupakan utang jangka panjang di atas satu tahun yang mencapai US$ 244,6 miliar atau 82 persen dari total utang. Sedangkan utang jangka pendek sebesar US$ 55,2 miliar atau 18 persen.

Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BCA) David Sumual menuturkan, investor mulai memperhatikan posisi utang luar negeri Indonesia. Di tengah pelemahan nilai tukar saat ini, kenaikan rasio pembayara utang dikhawatirkan bisa menggerus cadangan devisa.

?Kalau mereka (investor) melihat ada trouble mereka akan jual dan pindah ke negara lain yang aman. Dari 21 negara emerging market, Indonesia masih belum cukup baik. Di emerging market yang baik Thailand, Malaysia, Singapura, dan Filipina,? kata dia kepada Katadata.

Reporter: Desy Setyowati

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...