BI Proyeksi Kemiskinan Bertambah jadi 30,3 Juta Orang Imbas Pandemi
Bank Indonesia (BI) memproyeksikan angka kemiskinan naik 11,25% menjadi 30,3 juta orang tahun ini. Penyebabnya yaitu masih belum usainya pandemi virus corona di Tanah Air yang berdampak pada sektor pengangkutan, perdagangan, hotel, dan restoran (PHR), konstruksi, pengolahan, dan pertanian.
Berdasarkan bahan paparan Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Juda Agung dalam fit and proper test calon Deputi Gubernur BI di Komisi XI DPR, Selasa (7/7), perkiraan tersebut mengasumsikan sektor informasi dengan pendapatan tidak tetap dan kurang dari Rp 2 juta masuk di bawah garis kemiskinan.
Dengan demikian, bank sentral menilai pandemi berpotensi mengembalikan progres pengentasan kemiskinan yang telah dicapai 10 tahun terakhir dalam satu tahun.
Adapun proyeksi BI cukup tinggi jika dibandingkan dengan skenario berat Menteri Keuangan Sri Mulyani yang dinilai lebih moderat. Menkeu memperkirakan angka kemiskinan bertambah 1,1 juta orang menjadi 25,9 juta orang akibat pandemi.
(Baca: Strategi Bappenas Tahan Lonjakan Kemiskinan akibat Pandemi Corona)
Selain peningkatan kemiskinan dan kesenjangan ekonomi, menurut bank sentral, terdapat dua tantangan jangka pendek lainnya yang akan dihadapi Indonesia di era pandemi yakni meningkatnya risiko stabilitas sistem keuangan sebagai dampak Covid-19 serta anjloknya perekonomian.
Terdapat lima penyebab peningkatan risiko stabilitas sistem keuangan. Pertama, adanya kebijakan inward looking policy dalam ketegangan hubungan dagang Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok. Kebijakan tersebut dipandang lebih luas dari sekedar perang dagang.
Kedua, menguatnya perilaku profit taking atau aksi ambil untung di pasar keuangan. Aksi tersebut membuat volatilitas harga di pasar keuanagn dan pergerakan arus modal meningkat cepat. Ketiga, percepatan perkembangan digitalisasi ekonomi. Hal tersebut juga diikuti oleh unintended consequences.
Keempat, siklus komoditas global yang berpengaruh terhadap boom-bust siklus keuangana di negara berbasis komoditas. Terakhir, risiko unknown-unknown yang mempengaruhi stabilitas sistem keuangan seperti risiko pandemi global yang menganggu stabilitas.
(Baca: Jumlah Keluarga Sangat Miskin di Jakarta Meningkat saat Pandemi Corona)
Tantangan lainnya yakni anjloknya ekonomi di tengah pandemi disebabkan penyebaran Covid-19 yang masih berlangsung berdampak pada turunnya pertumbuhan ekonomi domestik. Konsumsi rumah tangga diperkirakan tumbuh lebih rendah, didorong turunnya pendapatan masyarakat imbas pembatasan sosial untuk mencegah penyebaran Covid-19.
Selain itu, investasi juga diperkirakan melambat dipengaruhi oleh melemahnya prospek ekspor dan aktivitas produksi sejalan dengan pembatasan sosial. Sejalan dengan prospek ekspor yang turun, permintaan domestik yang melambat, impor juga diperkirakan mengalami penurunan
BI menilai, UMKM akan menjadi segmen yang paling terdampak pandemi. 72,6% UMKM di Indonesia akan terdampak Covid-19. Hal ini terlihat dari penurunan penjualan, kesulitan modal dan bahan baku.
Maka dari itu, dorongan ekonomi dari sisi permintaan diperkirakan bersumber dari ekspansi belanja pemerintah yang diarahkan untuk meredam dampak virus corona terhadap perekonomian.
(Baca: Keraguan Kucuran Aneka Bansos Bisa Meredam Laju Kemiskinan)