Berharap Pemulihan Ekonomi RI dari Kesepakatan Dagang Terbesar Dunia
Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (Regional Comprehensive Economic Partnership/RCEP) menjadi kesepakatan terbesar di dunia. Perjanjian dagang ini membawa harapan dan optimisme bagi pemulihan ekonomi kawasan, termasuk Indonesia.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan perjanjian RCEP menjadi kesepakatan terbesar di dunia karena mewakili 30,2% Produk Domestik Bruto Dunia, 27,4% perdagangan dunia, 29,8% investasi asing langsung dunia, dan 29,6% populasi dunia. "Ini juga merupakan wujud penguatan kolaborasi dan pengakuan atas sentralitas ASEAN di kawasan," ujar Retno dalam Jakarta Food Security Summit atau JFSS-5, Kamis (19/11).
Menurut Retno, Indonesia patut berbangga dengan ditekennya RCEP karena merupakan salah satu inisiator dan menjadi koordinator perundingan. RCEP mencakup sepuluh negara ASEAN dan Australia, Jepang, Korea Selatan, Selandia Baru, dan Tiongkok. "Setelah hampir delapan tahun dibahas akhirnya diteken dalam upaya pemulihan ekonomi," kata dia.
Pengurus Sekretariat Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) menyebut RCEP mendorong keterbukaan dan kesetaraan karena mengikutsertakan negara-negara berpenghasilan rendah seperti Myanmar, Kamboja, dan Laos, sebagai anggota kerja sama pasar bebas.
Direktur Eksekutif Sekretariat APEC Rebecca Sta Maria mengatakan, keikutsertaan negara-negara berpendapatan rendah dalam RCEP merupakan salah satu poin penting yang kerap dihiraukan banyak pihak. "RCEP mematok standar yang baru bagi hubungan perdagangan internasional agar lebih inklusif," kata Rebecca seperti dilansir dari Antara.
Rebecca juga mengapresiasi pengesahan RCEP karena momen itu mengirimkan pesan positif ke seluruh pelaku pasar di dunia. Pesan tersebut yakni bahwa negara-negara anggota APEC akan bekerja sama dengan ASEAN dan para negara mitra demi memastikan roda perdagangan terus berputar dan penyatuan pasar di kawasan akan terus berlanjut. RCEP juga menjadi bukti bahwa masyarakat dunia saat ini masih mendukung globalisasi dan multilateralisme.
Ekonom Centre for Strategic and International Studies Indonesia Fajar B Hirawan menyebutkan terdapat tiga langkah yang harus dilakukan pemerintah agar manfaat RCEP bisa optimal. Pertama, kolaborasi atau sinergi semua pemangku kebijakan, khususnya pemerintah dan eksportir. "Ini terutama dalam membuat perencanaan, pengawasan, dan evaluasi dari skema RCEP," ujar Fajar kepada Antara.
Kedua, perlu adanya fleksibilitas dalam aturan teknis turunan terkait RCEP, mulai dari perangkat hukum, sampai aturan mengenai tingkat komponen dalam negeri. Undang-Undang Cipta Kerja turut menjadi momentum yang sejalan dengan prinsip kemudahan berusaha yang diusung oleh RCEP.
Ketiga, pemerintah wajib membantu pelaku ekspor agar mereka dapat bersaing dengan eksportir dari negara anggota RCEP. Bantuan dapat berupa insentif dalam bentuk pembebasan bea keluar atau masuk, fasilitas perpajakan, dan prosedur teknis lain yang terkait transaksi perdagangan.
Pada Oktober 2020, kinerja ekspor Indonesia kian membaik dan naik 3,1% dibandingkan bulan sebelumnya mencapai US$ 14,4 miliar.