Ekonomi Membaik, BI Pertahankan Suku Bunga Acuan 3,5%

Agatha Olivia Victoria
25 Mei 2021, 14:49
bunga acuan, bank indonesia, suku bunga
ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan di level 3,5% pada Selasa (25/5).

Bank Indonesia kembali mempertahankan suku bunga acuan di level 3,5%. Bank Sentral menyebut ekonomi mulai pulih dan akan tumbuh positif pada kuartal kedua tahun ini. 

"Rapat Dewan Gubernur BI pada 24-25 Mei 2021 memutuskan untuk mempertahankan BI  7 days reverse repo rate sebesar 3,5%," Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Konferensi Pers hasil Rapat Dewan Gubernur bulan April 2021, Selasa (25/5).

Suku bunga fasilitas simpanan alias deposito facility tetap 2,75%. Demikian pula dengan bunga pinjaman atau lending facility tetap 4,25%. BI telah menurunkan suku bunga acuan sejak akhir 2018 sebesar 2,5%. Pada tahun ini, BI 7-days reverse repo rate telah turun 0,25% ke level terendah sepanjang sejarah. 

Keputusan ini, menurut Perry, konsisten dengan perkiraan inflasi yang tetap rendah, upaya menjaga stabilitas rupiah dan percepatan pemulihan ekonomi nasional. Perry memastikan pihaknya terus mempertahankan kebijakan moneter akomodatif untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional. 

Beberapa kebijakan yang akan ditempuh BI, yakni pertama, menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sejalan dengan fundamental dan mekanisme pasar. Kedua, melanjutkan strategi operasi moneter. Ketiga, melanjutkan kebijakan transparansi Suku Bunga Dasar Kredit. 

Keempat, memperkuat kebijakan makroprudensial akomodatif, antara lain melalui penerapan rasio kredit UMKM. Kelima, menurunkan batas maksimum suku bunga kartu kredit menjadi 1,75% per bulan. 

Keenam, memperluas pendalaman pasar uang melalui transparansi repo. Ketujuh, memfasilitasi penyelenggaraan promosi perdagangan dan investasi. 

Perru menjelaskan, sejumlah indikator dini menunjukkan perekonomian membaik pada kuartal kedua. BI memperkirakan ekonomi pada tahun ini sesuai proyeksi bulan lalu yakni akan berada pada rentang 4,1% hingga 5,1%. 

"Kuartal II, ekonomi kami proyeksikan bisa tumbuh 7% bahkan lebih. Kemudian kuartal ketiga sebesar 6,5% dan kuartal keempat 5,3%. Namun ini akan kami pantau dari waktu ke waktu dengan mempertimbangkan data-data terkini," katanya.

Inflasi, menurut dia, tetap rendah sejalan dengan pasokan barang dan jasa yang memadai di tengah kenaikan permintaan musiman selama Rmadan. Sementara nilai tukar rupiah tterkendali didukung langkah stabilisasi yang terus dilakukan BI. Pada 24 mei, rupiah menguat 063% secara ptp dan 1,24% secara rerata dibandingkan april 2021.

Menteri Keuangan Sri Mulyani memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua akan tumbuh 7,1% hingga 8,3%, Namun, proyeksi tersebut dapat tercapai jika kasus Covid-19

Ekonom LPEM FEB Universitas Indonesia Teuku Riefky menyebutkan, BI perlu mempertahankan suku bunga acuan di level 3,5% pada bulan ini. "Perkiraan ini mempertimbangkan masih bergejolaknya tekanan eksternal dan kebutuhan untuk menjaga stabilitas nilai tukar serta kondisi finansial," ujar Teuku dalam hasil risetnya yang diterima Katadata.co.id, Selasa (25/5).

Dirinya berpendapat bahwa berbagai faktor memengaruhi perbaikan kondisi ekonomi dalam beberapa waktu belakangan. Mulai dari bergulirnya vaksin, stimulus masif dari pemerintah, dan pembukaan aktivitas ekonomi secara perlahan berkontribusi terhadap hidupnya kembali aktivitas ekonomi domestik.

Walaupun demikian, Riefky menilai, risiko kesehatan dari Covid-19 masih terus membayangi. Ini tercermin dari angka inflasi hingga relaksasi berbagai kebijakan pembatasan sosial dan bulan Ramadan yang belum mampu mengerek permintaan agregat ke level normal.

Dari sisi eksternal, ia menyampaikan bahwa arus modal masuk pada awal Mei 2021 cukup deras, yang sebagian besar didorong oleh sentimen positif terhadap prospek ekonomi domestik. Namun, kondisi ini cenderung bersifat sementara sehingga arus modal pun kembali kabur dari Tanah Air. Berbagai isu, dari kemungkinan diberlakukannya kembali lockdown di beberapa negara hingga kemungkinan tapering-off oleh Bank Sentral AS seiring mulai pulihnya ekonomi domestik Negeri Paman Sam dan risiko peningkatan inflasi memicu hal tersebut.

Reporter: Agatha Olivia Victoria
Editor: Agustiyanti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...