Pertumbuhan Ekonomi 7,07% Tak Mampu Mengangkat Rupiah
Nilai tukar rupiah ditutup melemah 0,21% di level Rp 14.342 per dolar AS pada perdagangan pasar spot sore ini. Rupiah melemah meski BPS melaporkan pertumbuhan ekonomi kuartal II mencapai 7,07% atau sejalan dengan ekspektasi pemerintah.
Mengutip Bloomberg, mayoritas mata uang lainnya juga bergerak melemah. Yen Jepang 0,15%, dolar Hong Kong 0,02%, won korea Selatan 0,01%, peso Filipina 0,97%, rupee India 0,02% dan bath Thailand 0,19%. Sebaliknya, yuan Tiongkok menguat 0,07% bersama ringgit Malaysia 0,11%, dolar Taiwan 0,06% dan dolar Singapura 0,02%.
Direktur PT Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan, sentimen positif rilis data ekonomi kuartal II oleh Badan Pusat Statistik (BPS) siang ini tidak memberi efek signifikan pada pergerakan rupiah. Kekhawatiran pasar terhadap tapering off oleh bank sentral AS masih lebih mempengaruhi pelemehan rupiah sepanjang hari ini.
"Membaiknya data ekonomi Indonesia di Kuartal Kedua 2021 tidak serta merta bisa menopang terhadap penguatan mata uang garuda. Hal ini disebabkan data eksternal yang begitu kuat dan menahan laju penguatan mata uang rupiah sebelumnya." kata Ibrahim kepada Katadata.co.id, Kamis, (5/8)
BPS merilis data pertumbuhan ekonomi kuartal II mencapai 7,07% secara year-on-year (yoy). Kondisi ini mengindikasinya terjadinya pemulihan ekonomi sepanjang April-Juni, sekaligus mengakhiri musim resesi pada perekonomian RI yang sudah berlangsung sejak kuartal kedua tahun lalu.
Kinerja ini dodorong adanya pertumbuhan yang positif pada semua jenis lapangan usaha. Sektor transportasi dan pergudangan yang terpukul hebat tahun lalu mulai kembali pulih. Sektor ini berhasil tumbuh paling tinggi sebesar 25,10% secara yoy. Pertumbuhan positif didorong adanya perbaikan pada pergerakan penumpang pada semua moda transportasi, setelah tahun lalu sektor ini terkontraksi sangat dalam 30,8%.
Bersamaan dengan mulai longgarnya mobilitas sepanjang kuartal kedua, sektor akomodasi dan makanan minuman juga membaik. Pertumbuhannya pada kuartal II 2021 sebesar 21,58%. Hal ini tercermin dari tingkat pergerakan berbagai transportasi domestik yang meningkat serta tingkat keterhunian hotel yang membaik di beberapa kota tujuan wisata populer seperti Bali dan Yogyakarta.
Selain itu, tanda pemulihan yang terjadi pada kuartal II juga terindikasi dari membaiknya daya beli masyarakat. BPS melaporkan tingkat konsumsi rumah tangga sepanjang April hingga Juli berhasil tumbuh 5,93% secara tahunan. Pemulihan ini bahkan menyumbang 84,93% terhadap pertumbuhan PDB bersama dengan pemulihan investasi.
Namun, pernyataan sejumlah pejabat Fed beberapa hari terakhir terkait percepatan tapering off membuat pasar mulai lari ke aset aman dolar AS. Terbaru, Wakil Gubernur Fed mengatakan, bank sentral mempertimbangkan untuk mulai menaikan suku bunga pada awal 2023.
Langkah ini juga akan didahului dengan pengurangan pembelian obligasi AS mulai Oktober mendatang dengan sejumlah pertimbangan. Hal tersebut dikatakan langsung oleh Dewan Gubernur Fed Christopher Waller dalam sebuah webinar awal minggu ini.
"Menurut pendapat saya, itu kemajuan yang substansial dan saya pikir Anda bisa siap untuk melakukan pengumuman pada bulan September,” kata Waller seperti dikutip dari CNBC, Senin, (2/8).
Waller mengatakan Fed mempertimbangkan untuk mengurangi pembelian US$ 120 miliar obligasi pemerintah setiap tahu, dengan mempertimbangkan kondisi ketenagakerjaan akan pulih bulan ini. Apabila laporan ketenagakerjaan AS periode Agustus dan September berhasil mencatatkan penambahan 800 ribu pekerja baru, maka pemulihan angka pengangguran mulai teratasi. Karena itu, menurutnya bank sentral mempertimbangkan untuk memperketat stimulus moneternya.
Ibrahim memperkirakan rupiah akan dibuka berfluktuatif pada perdagangan pasar spot besok pagi. Namun, kondisinya akan sama ditutup melemah di kisaran Rp 14.290 hingga Rp 14.330 per dolar AS.