Indonesia Kini Lebih Resilien dari Siklus Gejolak Perekonomian Global

Muhammad Taufik
Oleh Muhammad Taufik - Tim Riset dan Publikasi
6 April 2022, 14:10
Perekonomian Indonesia
ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/rwa.

Di tengah kondisi pasar global yang lesu akibat sentimen perang Rusia-Ukraina, kondisi makro ekonomi Indonesia masih menunjukkan tren positif. Namun, mitigasi risiko ekonomi tetap diperlukan untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan dari dampak pasar global yang masih belum stabil.

Hal tersebut terungkap dalam Webinar  Market Outlook 2022, bertajuk Seizing Opportunities Amidst Uncertainty, yang digelar PT Manulife Aset Manajemen Indonesia  bekerja sama dengan Katadata, Selasa (5/4).

Head of Macro Strategy Asia, Manulife Investment Management Sue Trinh mengakui bahwa banyak masalah terjadi di level global pada saat bersamaan, sehingga membuat kejelian pengamatan memainkan peran penting bagi para investor dalam mencermati situasi yang ada.

Sue juga menilai bahwa stagflation akan menjadi tema besar pada tahun ini, mengingat banyak negara tengah berkutat menurunkan inflasi, tingkat pengangguran dan berusaha memperbaiki tingkat pertumbuhan ekonomi.

“Akan tetapi, beberapa negara Asia, seperti Indonesia memiliki kesempatan yang menjanjikan,” ujarnya.

Ia memproyeksikan bahwa beberapa bank sentral juga akan merespons kebijakan tapering off yang dibuat oleh bank sentral Amerika, Federal Reserves (The Fed), secara lebih agresif.

Kebijakan yang lebih agresif dipandang perlu untuk dilakukan guna untuk mencegah taper tantrum kembali terjadi, seperti pada 2013, yang terbukti merontokan nilai mata uang banyak negara.

Chief Economist Investment Strategist Manulife Investment Aset Manajemen Indonesia, Katarina Setiawan berpendapat, perang Rusia-Ukraina berdampak signifikan terhadap harga komoditas di pasar global, terutama energi, logam, dan pertanian.

Hanya saja Indonesia tidak terkena dampak langsung dari perang karena relasi perdagangan yang rendah dengan Rusia dan Ukraina. Maka dari itu, menurut dia, disrupsi pasokan dari negara tersebut tidak mendorong kenaikan signifikan di Indonesia.

Beban minyak Asia juga masih dapat dikelola. Di Indonesia, kenaikan harga minyak sangat erat kaitannya dengan Indeks Harga Produsen.

”Hal ini menimbulkan risiko bahwa begitu produsen mulai meneruskan kenaikan harga, inflasi akan meningkat lebih cepat dari kondisi saat ini,” kata dia.

Katarina mengatakan bahwa makro ekonomi Indonesia saat ini dalam kondisi stabil. Bahkan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang saat ini bertumbuh positif lebih baik dibanding kawasan lain pertumbuhan ekonominya justru mencatat tren negatif.

”Indonesia menunjukkan anomali di kala kawasan lain pertumbuhannya rendah karena berbagai faktor global, Indonesia justru pertumbuhan ekonominya malah membaik dibanding tahun lalu,” ujar Katarina.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2021 berada di kisaran 3,69 persen, lebih tinggi dibanding capaian pada 2020 yang mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 2,07 persen. Sementara pada 2022, Bank Indonesia pun memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di kisaran 4,7-5,5 persen

Lebih lanjut, Katarina mengatakan indikator makro ekonomi domestik Indonesia seperti suku bunga riil, inflasi, neraca transaksi berjalan, dan cadangan devisa berada pada posisi yang sehat sehingga dapat menopang stabilitas ekonomi dan sentimen pasar.  ”Indonesia saat ini bisa lebih resilien dalam menghadapi siklus pengetatan moneter global,” ujarnya.

Untuk stabilitas makro ekonomi eksternal, mitigasi risiko ekonomi perlu diperkuat untuk mengantisipasi tapering oleh The Fed. Terlebih The Fed menyesuaikan tingkat suku bunga acuan 25 basis poin menjadi 0,25 persen hingga 0,5 persen, akibat inflasi di Amerika yang tengah meningkat tajam.  

”Terus diperkuat dapat memberikan dukungan yang baik untuk mengantisipasi tapering oleh The Fed dan menghadapi dinamika global yang walaupun berada dalam masa pemulihan tapi belum sepenuhnya stabil,” ujar Katarina.

Selain itu, Indonesia juga memiliki peranan penting dalam rantai pasokan global sebagai produsen bahan baku, komoditas, maupun barang manufaktur, yang diuntungkan dari meningkatnya permintaan global seiring pembukaan ekonomi.

Terlebih kini optimisme pemulihan aktivitas ekonomi mulai tumbuh, fundamental ekonomi semakin membaik, stabilitas nilai tukar Rupiah bertahan, dan forward looking pasca pandemi mendorong masuknya investor dan dana asing di pasar saham Indonesia.

”Kami melihat bahwa pantauan investor asing di Indonesia akan tetap positif dan mendukung investasi jangka panjang,” ujarnya.

Dalam sudut pandang investor asing, kondisi makro ekonomi Indonesia saat ini secara konsisten mencatat pembelian bersih di tengah volatilitas global yang terjadi. Hal ini mengindikasikan adanya pandangan positif terhadap potensi ekonomi dan pasar saham Indonesia.

”Maka dari itu, Indonesia saat ini masih dalam radar pantauan investor asing berkat sentimen positif yang dicatat dari berbagai kinerja ekonomi,” ujarnya.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...