Sri Mulyani Waspadai Krisis Utang Global, Bagaimana Nasib Indonesia?
Pengetatan pasar keuangan menyebabkan tantangan terhadap pengelolaan utang di banyak negara semakin berat. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut, rasio utang Indonesia kini mulai turun setelah dua tahun menanjak karena pandemi.
Banyak negara terpaksa memupuk utang selama dua tahun terakhir dalam rangka mengelola pandemi. Ia menyebut, banyak negara di dunia kini memiliki rasio utang di atas 60% dari Produk Domestik Bruto (PDB), beberapa bahkan mendekati 100%.
"Kombinasi rasio utang pemerintah dan utang korporasi ditambah dengan lonjakan biaya utang karena pengetatan likuiditas dan kenaikan suku bunga, berpotensi menimbulkan krisis utang global," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR RI, Selasa (30/8).
Dana Moneter Internasional (IMF) yang menunjukkan sekitar 60 negara di dunia terancam gagal bayar utang. Ini artinya negara-negara tersebut kemungkinan besar gagal membayar kewajiban utangnya.
Bendahara negara itu juga mengatakan kenaikan biaya utang dan refinancing risk naik tajam di tengah pengetatan pasar keuangan global. Kondisi yang semakin ketat ini tidak lepas dari lonjakan inflasi yang kemudian memaksa banyak bank sentral mengerek suku bunga kebijakannya, seperti yang terjadi di AS, Eropa, Inggris, Kanada hingga beberapa negara Asia.
Sri Mulyani lebih optimistis dengan pengelolaan utang di dalam negeri sekalipun ada ancaman risiko krisis utang di lingkungan global. Rasio utang pemerintah pada bulan Juli sebesar 37,91% dari PDB, turun setelah mencapai 40,73% pada akhir tahun lalu. Rasionya mulai menunjukkan penurunan setelah terus menanjak sejak dua tahun pandemi.
"Rasio utang indonesia adalah termasuk paling rendah, baik di G20 maupun di kelompok 6 negara ASEAN. Rasio utang 40,7% sekarang terkoreksi ke 37%," kata Sri Mulyani.
Delta utang pemerintah sepanjang 2019-2021 sebesar 10,5% PDB. Kenaikan rasio utang ini lebih rendah dibandingkan beberapa negara di kawasan seperti Malaysia sebesar 11,9%, Thailand 17% maupun Filipina sebesar 20,6%. Namun delta utang pemerintah Indonesia naik lebih tinggi dibandingkan Korea Selatan sebesar 7,6%, Turki 9% hingga Rusia yang hanya 3,3%.
Penambahan utang yang relatif masih lebih rendah dibandingkan banyak negara lainnya karena kenaikan defisit fiskal Indonesia juga tidak setinggi banyak negara lain. Akumulasi defisit fiskal pemerintah Indonesia selama dua tahun pada 2020-2021 sebesar 10,7% PDB. Ini relatif lebih rendah dibandingkan Filipina 12,2%, Thailand 12,6%, Cina 16,7%, atau bahkan India dan Amerika Serikat yang masing-masing melebar 23,1% dan 24,7% PDB.
"Indonesia termasuk negara yang moderat kenakan defisitnya dibandingkan negara lain yang pakai instrumen fiskalnya bahkan ada yang sampai di atas 20% untuk menambah defisitnya dalam dua tahun seperti Inggris, India dan Amerika Serikat," kata Sri Mulyani.