Sri Mulyani Beberkan Kesulitan Indonesia Mempensiunkan Dini PLTU
Indonesia akan mempensiunkan diri pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU Batu Bara untuk mencapai target net zero emission pada 2060. Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkap masih ada tiga kendala dari sisi pembiayaan untuk mempensiunkan PLTU Batu Bara.
"Sektor swasta memiliki kendala untuk bisa berpartisipasi karena berkaitan dengan taksonomi perpajakan, ini yang harus kita atasi," tulis Sri Mulyani dalam unggahan di akun instagramnya dikutip Jumat (23/6).
Dua tantangan lainnya yakni biaya pinjaman alias cost of borrowing yang masih tinggi. Selain itu, investasi dalam infrastruktur untuk mendistribusikan energi yang dinilai juga perlu menjadi perhatian.
Kendala-kendala tersebut disampaikan Sri Mulyani dalam diskusi High-Level Roundtable dalam rangkian Paris Summit 2023. Dalam pertemuan itu, tampak hadir sejumlah menteri keuangan negara utama dunia, pimpinan bank pembangunan multilateral dan swasta.
Adapun diskusi tersebut membahas upaya memobilisasi modal swasta untuk mendukung investasi perubahan iklim di negara-negara berkembang. Dalam sesi itu, ETM Country Paltfrom yang diluncurkan Indonesia di KTT G20 Bali tahun lalu sebagai proyek percontohan menjadi salah satu poin diskusi. Sri Mulyani pun menceritakan perkembangan terkini inisiatif tersebut dan tiga kendalanya dari sisi pembiayaan.
Adapun dalam unggahan terpisah, ia juga menyebut biaya untuk menangani perubahan iklim bagi negara berkembang tidaklah kecil. Menurut riset yang dikutip Sri Mulyani, nilai investasi yang dibutuhkan mencapai US$ 500 miliar-US$1 triliun sepanjang 2019-2025 dan meningkat menjadi US$ 2,4 triliun hingga 2030.
Dengan biaya sebesar itu, ia menilai perlu upaya lebih besar dan refromasi lembaga multilateral untuk mendukung negara berkembang mencapai target perubahan iklim. Dengan begitu, negara berkembang tidak harus menghadapi dilema antara menghabiskan dana untuk mengatasi kemiskinan atau membiayai perubahan iklim.
"Peran sektor swasta sangat penting dan dibutuhkan, tetapi diperlukan upaya untuk menangani isu risiko dan instrumen katalis untuk mencapai hal tersebut," kata Sri Mulyani.