Efek Berganda Lesunya Ekonomi Cina: Kinerja Apple Berpotensi Turun
Ekonomi Cina yang lesu berpotensi membebani kinerja perusahaan-perusahaan besar dunia, termasuk Apple. Raksasa teknologi ini akan melaporkan hasil kuartalannya dalam beberapa pekan ke depan.
Wall Street berpotensi mengalami penurunan tajam seiring rilis kinerja keuangan perusahaan AS yang berpotensi mengalami penurunan margin keuntungan akibat inflasi dan belanja masyarakat yang lebih lemah. Perusahaan-perusahaan AS dan Eropa juga dapat terpapar perlambatan ekonomi Cina seiring efek momentum pembukaan pembatasan Covid-19 yang berakhir dengan cepat.
Angka ekonomi China yang lemah telah membebani pasar sahamnya. Shanghai Composite Index hanya naik 2,6% sepanjang tahun ini, jauh lebih rendah dibandingkan dengan kenaikan S&P 500 sebesar 18%.
"Dampak dari pembukaan kembali ekonomi setelah pandemi Covid-19 mengecewakan. Keragu-raguan negara itu untuk melakukan stimulus bagi konsumen membebani sentimen," kata Ross Mayfield, analis strategi investasi di Baird.
Ia memperkirakan, hal ini akan memengaruhi kinerja perusahaan AS dan Eropa yang sempat terungkit oleh lonjakan sementara kinerja ekonomi Cina.
Laporan awal menunjukkan bahwa dampak rambatan itu nyata. Grup teknik Swiss ABB (ABBN.S) mengatakan Kamis (20/7) bahwa pesanannya di Cina turun 9% pada kuartal kedua, sementara pemilik Cartier Richemont (CFR.S) minggu ini membukukan penjualan kuartalan di Asia yang sedikit lebih rendah dari yang diperkirakan.
Prospek Richemont untuk tahun ini agak tertekan karena ketidakpastian ekonomi makro China yang dapat memengaruhi konsumen kelas atas dan aspiratif.
Pengangguran kaum muda China mencapai rekor 21% pada bulan Juni, konsumen muda mungkin menyukai produk dan layanan dengan harga sedang dan melupakan pembelian barang mahal.
Tesla menjual rekor 247.217 kendaraan buatan Cina pada kuartal kedua, tetapi pada hari Rabu melaporkan margin kotor yang lebih rendah karena perang harga perusahaan dengan saingannya, termasuk pesaing China NIO dan Xpeng.
Laporan mendatang dari NXP Semiconductors NV pada 24 Juli dan Texas Instruments pada 25 Juli akan berfungsi sebagai barometer permintaan cip. Cina menyumbang 36% dari pendapatan NXP tahun lalu dan setengah dari pendapatan Texas Instruments.
Analis memperkirakan NXP melaporkan penurunan pendapatan kuartalan 3,2%, dengan pendapatan Texas Instruments anjlok 16%, yang akan menjadi penurunan tertajam sejak 2009 berdasarkan data Refinitiv.
Kepala Ahli Strategi Ekuitas AS Jonathan Golub mengatakan dalam sebuah laporan minggu ini, bahwa pelemahan di Cina yang menghambat pertumbuhan AS dapat membatasi kenaikan pasar saham.
Corning Inc (GLW.N), yang Gorilla glass-nya digunakan pada smartphone buatan Apple dan Samsung Electronics akan melaporkan keuangannya pada 25 Juli. Refinitiv memperkirakan pendapatan bersih perusahaan tersebut turun 21%.
Apple, perusahaan paling berharga di dunia, melihat penjualannya di Cina turun 2,9% pada kuartal yang berakhir Maret, lebih buruk dari penurunan pendapatan keseluruhan sebesar 2,5%. Analis rata-rata melihat pendapatan pembuat iPhone turun 1,7% menjadi US$81,6 miliar untuk kuartal Juni, terendah dalam dua tahun.
Sementara itu, Starbucks (SBUX.O) pada Mei melaporkan hasil kuartalan yang lebih tinggi daripada perkiraan, didukung oleh pemulihan permintaan di China.
Perusahaan AS yang beroperasi di Cina juga menghadapi ketidakpastian terkait sengketa perdagangan antara Washington dan Beijing, khususnya di bidang semikonduktor. Pembuat chip saat ini bergulat dengan serangkaian peraturan Washington yang diberlakukan pada Oktober untuk membuat pincang industri cip China.
"Banyak manufaktur perusahaan sangat berbasis di Cina, jadi apakah perusahaan berencana untuk mendiversifikasi basis manufaktur mereka atau bahkan 'kembali' kembali ke AS? Jika demikian, itu mungkin berbiaya lebih tinggi dan akan membebani margin kotor," kata David Klink, analis senior di Huntington Private Bank.